irja

Senin, 16 Mei 2011

Sejarah Pengumpulan Al-Qur'an


Oleh: Jaka Perkasa


A. Prolog
Al-Qur'an kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril merupakan pedoman hidup, jalan kebahagian dunia dan akhirat, esensi Aqidah dan Syari'at. Pada cetakan yang biasanya Al-Qur'an yang sekarang ada disekitar kita terdiri dari sekitar lima ratus sampai enam ratus halaman (setiap halaman 15 baris), terbagi 114 surat dengan volume ayat yang berbeda. Setelah surat Al Fatihah dimulai dengan surah-surah yang panjang, kemudian pertengahan dan diakhiri dengan surat-surat yang pendek. Dibumbuhi dengan tanda baca untuk memudahkan membacanya. Al-Qur'an yang ada sekarang sangat berbeda dengan Al-Qur'an pada masa Rasulullah SAW walaupun tentunya sama dari sisi teks (nash) tidak ada yang berubah samasekali. Mushaf yang berada ditangan kita yang sekarang ternyata dalam kurun waktu 1400 tahun yang silam melewati perjalanan dan sejarah yang panjang menarik untuk diikuti. Banyak tantangan, dilema bahkan kecaman serta hujatan. Tetapi, Al-Qur'an akan terus terjaga keotentikan dan kesempurnaannya sampai tiba hari kiamat. Sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur'an Surat Hijr ayat 9:


"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan kamilah yang akan menjaganya"

B. Makna Jam'ul Qur'an (Pengumpulan Al-Qur'an)
Istilah "pengumpulan" Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia yang biasa dipakai dalam memaknai kata Jam'ul Qur'an dalam literatur kitab-kitab ulama yang berbahasa Arab, ternyata ketika kita telisik lebih dalam mempunyai makna luas bukan hanya sebatas mengumpulkan. Secara etimologi al jam'u bermakna; pengumpulan, penyelidikan, penelitian dan menguasai sesuatu. Sedangkan jam'ul qur'an mempunyai dua makna:
1. Berbentuk hapalan
2. Berbentuk tulisan
Dengan dua cara inilah istilah al'jam'u terealisasi, maka makna jam'ul qur'an adalah: mengumpulkan dan meneliti semua ayat-ayat Al-Qur'an beserta surat-suratnya dan mengumpulkannya sesuai dengan urutannya.
Sangat wajar jika Al-Qur'an menjadi titik fokus Sahabat dan menjadi perhatian khusus mereka. Karena ini adalah sumber primer dan sebagai esensi bagi aqidah dan syari'at yang dijalankan oleh semua Muslim, jangan heran jika mahar nikah Sahabat Nabi bukan dinar dan emas. Tetapi, Al-Qur'an yang menjadi mahar dihari bahagia mereka. Mereka rela mengganti kelezatan waktu tidur dimalam hari dengan melantunkan Ayat-ayat Ilahi di shalat malam mereka. Al-Qur'an juga sebagai Kitab Suci penutup dari kitab-kitab suci yang pernah Allah turunkan kepada manusia, tidak ada kitab suci lagi setelah Al-Qur'an sampai tiba hari kiamat. Maka dengan rahmat Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW Al-Qur'an dijaga (hapalan dan tulisan) agar tidak ada kerancuan dalam agama, tidak sesat dan menyesatkan dan tidak tercampur antara yang haq dengan yang bathil sebagaimana yang terjadi pada umat terdahulu seperti halnya Yahudi dan Nasrani. Ketika Allah SWT mengamanahkan dan menurunkan kitab-Nya, mereka rubah dan selewengkan.
Makna jam'ul qur'an dalam istilah ulama berarti menjaga Al-Qur'an dengan hapalan dan dengan tulisan ini dalam perjalanannya melalui tiga fase atau masa;
1. Masa Nabi Muhammad SAW
2. Masa Abu Bakar
3. Masa Utsman bin Affan
C. Masa Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW mengumpulkan (jam'ul qur'an) memakai dua wasilah sebagaimana istilah ini dikenal. Yaitu menjaga dengan hapalan dan tulisan.
Al-Qur'an ketika diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. langsung beliau sampaikan kepada para sahabatnya agar dihapal dan dipahami maknanya dengan baik. Sedangkan Nabi sendiri sangat penuh perhatian dengan turunnya Wahyu (Al-Qur'an). Diriwayatkan ketika turun wahyu, Nabi menggerakkan lidah ingin secepat mungkin menguasai dan menghapalkannya agar tidak ada satu huruf pun terlewatkan apalagi terlupakan. Hal ini terus berulang hingga Allah SWT. menjanjikan akan memantapkan hatinya dalam menghapal dan memperkuat daya hapalannya, akan dibacakan lafazd dan dipahamkan maknanya secara sempurna. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:


Artinya; "janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian atas tanggungan Kami-lah penjelasannya".
Nabi Muhammad SAW. adalah pemimpin para penghapal Al-Qur'an, Al-Qur'an telah dijadikan mudah serta tertanam dijiwa. Referensi utama kaum Muslimin dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Beliau ditengah kesibukkannya tidak pernah lupa untuk membaca Al-Qur'an, beliau selalu membacanya di dalam shalat ataupun diluar shalat. Dikala malam maupun siang, ketika sendiri ataupun bersama keluarga dan sahabatnya tilawah ayat-ayat Ilahi selalu menghiasi hari-harinya.
Malaikat Jibril selalu mendatangi Rasulullah SAW setiap tahunnya untuk mendengarkan hapalan Al-Qur'an Nabi Muhammad SAW. Bahkan Jibril mendatangi beliau dua kali pada tahun dimana beliau meninggal dunia.
Nabi tidak hanya bersandarkan dengan hapalan untuk menjaga Al-Qur'an dan menyampaikannya kepada para Sahabatnya. Tetapi, melalui penulisan juga Nabi lakukan untuk kepentingan Kitab Allah yang mulia ini. Nabi mempunyai beberapa sekretaris khusus untuk menuliskan Al-Qur'an. Bahkan beberapa sumber menyebutkan jumlah mereka sebanyak 40-43 orang. Mereka itu diantaranya; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Khalid bin Walid, Muawiyah bin Abi sufyan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab dan lainya. Ketika ada wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW, beliau langsung memanggil beberapa sekretarisnya untuk menuliskan wahyu tersebut dan meletakkan urutan serta cara penulisan yang sesuai dengan instruksi Jibril. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: jika turun Surat (Al-Qur'an) maka Rasulullah SAW memanggil sebagian Sahabat untuk menuliskannya kemudian beliau bersabda: "letakkan Surat ini di tempat yang disebutkan didalamnya seperti ini dan seperti ini…"
Pada masa itu tentunya alat-alat tulis tidak mudah didapat seperti sekarang maka mereka menuliskan wahyu itu sesuai dengan kesanggupan mereka dengan alat-alat tulis yang sangat terbatas. Seperti; kain, pelepah kurma, kulit binatang, tulang binatang, kayu dan lain-lain. Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW secara kesuluruhan telah tertulis walaupun dalam kondisi yang masih terpencar dan penulisan dengan menggunakan Al ahruf As sab'ah sebagaimana Al-Qur'an diturunkan.
Sebagian dari Sahabat Nabi tidak semua menulis wayu yang mereka hapal. Tetapi, ada yang hanya menyandarkan pada kekuatan hapalan. Sebagaimana orang Arab yang memang terkenal dengan kekuatan daya hapalannya, mereka menghapal syair-syair, puisi dan nasab keturunan. Itu semua tentunya sangat membutuhkan daya hapalan yang kuat. Dan sebagian yang lain menulis Al-Qur'an tetapi masih dalam keadaan terpencar belum dijadikan satu. Bahkan ada yang bukan hanya menuliskan sumber yg mutawatir. Tetapi, mansukh tilawah (ayat yang dihapus) serta sebagian penafsiran dan pentakwilan makna Al-Qur'an turut masuk dalam catatan mereka. Sebagaimana yang dilakukan Ibnu Mas'ud, Ubai dan yang lainnya.
Penulisan Al-Qur'an para Sahabat ini bukan tanpa dasar. Tetapi, hal ini sudah mendapat legitimasi dari Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana sabda beliau; "janganlah kalian menuliskan apapun dariku, barangsiapa yang menuliskan sesuatu dariku selain Al-Qur'an maka hendaklah itu dihapus."
Ada beberapa faktor yang mendorong penulisan wahyu pada masa Rasulullah SAW diantaranya:
1. Penulisan Al-Qur'an sangat membantu dalam menjaga keotentikan Al-Qur'an dari berbagai faktor negatif disamping dengan cara hapalan, maka selain hapalan sangat dibutuhkan juga cara penulisan.
2. Agar penyampain wahyu Ilahi dapat tersampaikan dengan sempurna, karena penyandaran terhadap hapalan sahabat saja tidak cukup, mereka manusia biasa ada kalanya lupa dan tentunya akan meninggal dunia. Sedangkan dengan penulisan akan lebih terjaga tidak akan hilang.
Kekuatan daya hapalan Sahabat saja tidak cukup untuk menjaga kemurnian Al-Qur'an maka butuh aksi penulisan yang dilakukan beberapa Sahabat dibawah kontroling Rasulullah SAW. Dari sini, timbul sebuah pertanyaan, mengapa Rasulullah SAW tidak mengumpulkan dan menuliskannya langsung dalam satu mushaf? Dr. Hasan Abdul Hamid Hasan Watdi salahsatu dosen Universitas Al Azhar, Kairo memberikan statement terhadap pertanyaan ini; "Sudah maklum dan jelas bahwa Al-Qur'an sudah tertulis semuanya sebelum Nabi Muhammad SAW mangkat sebagaimana Al-Qur'an juga sudah dihapal dengan sempurna. Tetapi, Nabi tidak mengumpulkannya menjadi satu karena beberapa faktor. Diantaranya:
1. Al-Qur'an tidak diturunkan dengan sekaligus tetapi dengan berangsur-angsur selama lebih dari 20 tahun sesuai dengan kejadian pada masa itu. Bagaimana bisa dikumpulkan sedangkan wahyu masih dalam masa penurunan?! Al-Qur'an juga tidak diturunkan dengan urutan sebagaimana urutan Al-Qur'an yang ditangan kita sekarang. Tetapi, turunnya sesuai dengan kejadian pada masa itu. Bagaimana mungkin mengumpulkannya manjadi satu dalam urutan yang sekarang?! Sedangkan proses penurunan wahyu juga masih berlanjut.
2. Al-Qur'an mempunyai 2 tertib (urutan); a, tartib nuzul (tertib turun) yaitu urutan yang sesuai dengan kejadian-kejadian, jawaban terhadap pertanyaan, penjelasan sesuatu yang masih "kabur" maknanya dan lain sebagainya. b, tartib tilawah (tertib bacaan) sebagaimana mushaf yang ada disekeliling kita sekarang ini. Ini adalah bentuk urut yang Tauqifi (berdasarkan wahyu) bukan ijtihadi sebagaimana pendapat mayoritas Ulama Islam, termaktub di Lauhul mahfuzd. Maka jika Al-Qur'an ditulis dalam satu mushaf pada waktu itu tentunya akan sesuai dengan tartib nuzul (tertib turun), dan ini akan bertentangan dengan tartib tilawah yang berstatus Tauqifi.
3. Belum ada kebutuhan untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu hingga tiba masa Khalifah Abu Bakar karena kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur'an disebabkan para penghapalnya yang banyak meninggal dunia pada perang Yamamah. Sedangkan pada masa Rasulullah SAW tidak ada kekhawatiran seperti itu, wahyu terus berlanjut turun dan Rasul masih berada ditengah-tengah para sahabat dan mengajarkannya.
D. Masa Khalifah Abu Bakas As shiddiq
Ketika Abu Bakar resmi diangkat sebagai Khalifah setelah meninggalnya Nabi Akhir zaman Rasulullah SAW. Pertama kali yang dilakukan Abu Bakar adalah mengikis habis fitnah yang bersumber dari kaum kafir, yang menyeleweng dan keluar dari agama Islam (ahlu Ar riddah). Abu Bakar menumpas dan memerangi mereka untuk membersihkan kemulian Islam yang dikotori oleh debu kemurtadan. Tersebutlah perang yang dinamakan perang Yamamah meletus pada tahun 12 H yang banyak menelan korban dari kalangan Sahabat, 70 penghapal Al-Qur'an syahid. Konon yang meninggal mencapai angka 500 jiwa dari kalangan penghapal Al-Qur'an. Sumber lain mengatakan 700 korban tewas. Melihat situasi yang mengkhawatirkan itu Umar bin Khattab merasa cemas dan takut jika hal ini terus berlangsung akan banyak merenggut nyawa dari kalangan para penghapal Al-Qur'an yang lain dan akan menyebabkan hilangnya Al-Qur'an seiring tewasnya para penghapalnya. Maka Umar menemui Khalifah Abu bakar dan memberikan inisiatif untuk mengumpulkan Al-Qur'an dan menjadikannya di satu tempat. Ide Umar ini mulanya ditolak dengan tegas oleh Abu bakar. "bagaimana kamu akan melakukan sesuatu yang tidak pernah samasekali Rasulullah SAW lakukan..?!" ungkap Abu Bakar ketika inisiatif pengumpulan Al-Qur'an ini ia dengarkan. Tetapi, setelah berulang kali Umar menjelaskan dan mengulangi akan ide ini kepada Abu Bakar serta terus memberikan keyakinan kepada Abu Bakar bahwa langkah ini sangat urgen. Akhirnya Allah memberikan kelapangan kepada hati Abu Bakar kemudian langsung menemui Zaid bin Tsabit dan mengungkapkan hal yang sama tentang inisiatif Umar untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu. Tetapi, jawaban Zaid bin Tsabit serupa tegas menolak dan merasa sangat berat melakukannya. "demi Allah, jikalau kalian memberikan tugas padaku untuk memindahkan gunung-gunung akan jauh lebih ringan bagiku dari pada tugas yang kalian berikan padaku untuk mengumpulkan Al-Qur'an..!!" berulang kali Abu Bakar mengulangi dan menjelaskan hal ini kepada Zaid akhirnya Allah membuka mata hati Zaid bin Tsabit untuk menerimanya dan siap melakukan pekerjaan dan tugas yang amat mulia nan agung ini.
Mushaf ini berada bersama Abu Bakar sampai akhir hayatnya. Kemudian pindah ke tangan Umar bin Khattab dan selanjutnya disimpan oleh Hafshah anak Umar. Abu Bakar memberikan perintah kepada Umar dan Zaid untuk duduk di dekat pintu masjid agar menuliskan wahyu jika ada yang datang membawa ayat-ayat Al-Qur'an dengan dua saksi.
Karakteristik pengumpulan Al-Qur'an pada masa Abu Bakar:
1. Tidak menuliskan ayat-ayat yang telah mansukh (dihapus) dan terbebas dari semua yang bukan Al-Qur'an.
2. Hanya menerima sumber Ijma' para Sahabat bahwa itu memang Al-Qur'an dan dengan riwayat yang Mutawatir.
3. Ditulis dengan Al ahruf As sab'ah sebagaimana Al-Qur'an diturunkan
4. Urutan ayat-ayatnya sesuai dengan urutan ayat Al-Qur'an yang sekarang berada ditangan kita. Walaupun tidak berurutan secara per-surat karena setiap surat ditulis dalam satu mushaf tersendiri kemudian mushaf-mushaf ini diikat dijadikan satu.
E. Masa Utsman bin Affan
Islam makin melebarkan sayapnya, ekspansi dakwah menyentuh daerah diluar Jazirah Arab. Pemeluk agama mulia ini makin tidak terbendung dari berbagai bangsa, bermacam warna kulit dan bahasa. Para Sahabat menyebar diberbagai daerah dan negara dengan masing-masing membawa Qira'ah (cara bacaan) Al-Qur'an yang mereka dengar dari Nabi Muhammad SAW. yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang mereka dengar dan kuasai. Penduduk Syam memakai Qira'at Ubai bin Ka'ab, penduduk Kufah Qira'at Abdullah bin Mas'ud. Penduduk Bashrah Qira'at Abu Musa Al Asy'ari, penduduk Damaskus Qira'at Abu darda' dan penduduk Palestina memakai Qira'at Mu'azd. Maka timbullah perbedaan Qira'at dari setiap daerah secara signifikan yang pada akhirnya saling menyalahkan Qira'at satu sama lain. Situasi ini tentu sangat mengkhawatirkan karena akan berefek pada perpecahan umat dan berakibat pada lepasnya simpul ikatan persatuan.
Ibnu Hajar menyatakan: didalam riwayat Imarah bin Ghaziyyah, bahwa Huzdaifah datang dari peperangan kemudian mendatangi Utsman kemudian berkata; "wahai Amirul Mukminin, ketika aku dalam peperangan Arminiyah tiba-tiba datang penduduk Syam membaca Al-Qur'an dengan bacaan Ubay bin Ka'ab dihadapan penduduk Iraq yang belum pernah mendengarkan bacaan tersebut. Kemudian penduduk Iraq membaca Al-Qur'an dengan bacaan Abdullah bin Mas'ud sedangkan penduduk Syam belum pernah samasekali mendengarkan bacaan tersebut sebelumnya maka mereka saling mengkafirkan satusama lainnya.
Kabar yang mengkhawatirkan yang datang dari Huzdaifah membuat Utsman berpikir keras dan mencari solusi konkret untuk segera menyelesaikan masalah ini. Kemudian Utsman bersama dengan Sahabat yang lain mengadakan musyawarah untuk mengambil langkah kreatif dan solusi konkret yang akhirnya disepakati untuk mengambil aksi pengumpulan Al-Qur'an menjadikan satu mushaf yang tidak ada perbedaan didalamnya dan tidak ada pertentangan. Maka Utsman meminta Hafshah binti Umar meminjamkan Mushaf yang ditulis dan dikumpulkan pada masa Abu Bakar untuk menjadikan mushaf ini sebagai dasar dan rujukan dalam pengumpulan Al-Qur'an selanjutnya dan untuk kepentingan umat agar tidak ada lagi perpecahan ditubuh umat. Utsman berjanji akan mengembalikan Mushaf itu kembali kepada Hafshah ketika proyek mulia ini selesai.
Sekitar akhir tahun 24 H atau pada awal tahun 25 H, Utsman membentuk panitia pengumpulan Al-Qur'an dari kalangan Sahabat yang sangat berkompeten untuk merealisasikan mega proyek yang sangat mulia ini dibawah pengawasannya. Terpilihlah 4 Sahabat; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin 'Ash dan Abdurrahman bin Al harits bin Hisyam (3 sahabat terakhir dari kaum Quraisy) kemudian bergabung dalam kepanitian ini Sahabat yang lain hingga mencapai jumlah 12 orang. Zaib bin Tsabit tampil sebagai ketua pada kepanitian dan proyek yang sangat mulia ini. Dimulailah pekerjaan besar ini dibawah pengawasan Utsman bin Affan dan beliau berpesan jika mereka berselisih dalam penulisan Al-Qur'an agar hendaknya menuliskannya dengan bahasa Quraisy karena Al qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy. Ditulislah Mushaf yang sama dengan Mushaf pada masa sekarang. Kemudian setelah penulisan selesai dengan sempurna Utsman mengirimkan Mushaf-mushaf ini ke berbagai daerah.
Para Ulama berbeda pendapat tentang jumlah Mushaf yang dikirim Ustman keberbagai daerah;
1. Menurut Amru Ad dani; Mayoritas Ulama berpendapat Utsman mengirim empat Mushaf. Dikirim ke Kufah, Bashrah, Syam dan satunya lagi disimpan sendiri oleh Utsman bin Affan yang belakangan disebut Mushaf Al Imam. Pendapat lain menyatakan Mushaf Utsman berjumlah tujuh ditambahkan dengan mengirim ke Makkah, Yaman dan Bahrain.
2. Pendapat lain mengatakan Mushaf Utsman berjumlah enam yang dikirim ke Mekkah, Syam, Basrah, Kufa. Madinah umum dan Madinah Khusus.
3. Lima Mushaf (As suyuthi).
4. Delapan Mushaf (Ibnu Jauzi).
Setelah semua Mushaf sempurna dikumpulkan dan dituliskan, atas perintah Utsman bin Affan Mushaf-mushaf yang lain dibakar. Ini atas dasar kesepakatan para Sahabat dan kemaslahatan umat. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata mengenai pembakaran mushaf-mushaf selain Mushaf Utsmani: " seandainya aku yang menjadi pemimpin pada waktu Utsman maka aku akan melakukan hal yang sama (pembakaran) terhadap mushaf-mushaf ini (selain Mushaf Utsmani) sebagaimana Utsman melakukannya.
Karakteristik pengumpulan Al-Qur'an pada masa Utsman bin Affan;
1. Hanya mengandung satu karakteristik huruf yaitu huruf Quraisy
2. Bersandarkan hanya pada sumber yang mutawatir, tidak menuliskan ayat yang mansukh (dihapus).
3. Urutan dan tertib Ayat-ayat dan semua Suratnya sesuai dengan Mushaf yang berada disekitar kita sekarang.
4. Tidak mempunyai syakl, titik atau tanda baca dan tidak mencantumkan selain Al-Qur'an dan yakin akan kebenarannya.
Dimana keberadaan Mushaf-mushaf Utsmani yang dulu?
Syeikh Zarqani didalam kitabnya Manahil Urfan menyebutkan; kita tidak punya data pasti dan dalil yang kuat tentang keberadaan Mushaf-mushaf Utsmani tersebut. Terakhir kabar yang kita ketahui bahwa Ibnu Al jauzi pada zamannya pernah melihat Mushaf Utsmani di Syam dan di Mesir. Tetapi, keberadaan Mushaf yang di Mesir tepatnya di Masjid Husain Kairo yang disinyalir sebagai Mushaf Utsmani diragukan oleh banyak pihak. Karena Mushaf tersebut mempunyai hiasan, ukiran dan beberapa tanda baca dan penulisan yang berbeda dengan Mushaf Utsmani yang tidak mempunyai tanda baca samasekali.
F. Syubhat yang digulirkan orientalis dan musuh Islam terhadap Al-Qur'an
Al-Qur'an akan terus menjadi perbincangan hangat bagi orang-orang yang ingin selalu mencari sisi lemahnya, mereka bersusah payah untuk menghantam kitab suci umat Muslim ini. Telah banyak karya-karya dan penelitian yang mereka hasilkan, mereka mencari sisi negatif dan kelemahan Al-Qur'an walapun tidak sedikit juga diakhir penilitian mereka terhadap Al-Qur'an yang berujung dengan pengakuan akan keotentikan dan kebenaran Al-Qur'an bahkan mereka masuk kedalam Islam.
Beberapa syubhat yang berkaitan dengan pengumpulan Al-Qur'an dan jawaban terhadap syubhat tersebut;
1. Pengumpulan Al-Qur'an tidak berdasarkan Ijma' para sahabat, karena Abdullah bin Mas'ud tidak menyetujui Zaid bin Tsabit menjadi penanggung jawab untuk mengumpulkan Al-Qur'an. Dia berkata; "bagaimana bisa Zaid yang bisa dijadikan penanggung jawab untuk mengumpulkan Al-Qur'an padahal aku lebih dulu masuk Islam dan aku telah menghapal langsung dari Rasulullah SAW sebanyak 70 surat sedangkan Zaid pada waktu itu masih kecil.."


Jawaban;
Statement Ibnu Mas'ud ini tidak menunjukkan akan tidak bolehnya pengumpulan Al-Qur'an dan juga tidak menunjukkan ketidak setujuannya terhadap proyek pengumpulan Al-Qur'an. Perkataan ini hanya menunjukkan tentang dirinya yang lebih berhak untuk melaksanakan tugas mulia ini karena dia lebih awal masuk Islam. Statement ini muncul ketika dia dalam keadaan labil atau marah maka ketika dia sudah tenang dia menyadari akan kekhilafannya, menyadari kenapa pilihan Utsman dan sahabat yang lain jatuh kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan pekerjaan agung ini. Abdullah bin Mas'ud menyesali dan merasa malu terhadap khilaf dan apa yang telah ia katakan.
pilihan Abu Bakar dan Utsman jatuh kepada Zaid bin Tsabit sesuai dengan kapabelitas dan keahlian Zaid dalam bidang ini. Abu Bakar berkata pada Zaid ketika pertama kali diminta untuk mengumpulkan Al-Qur'an; "sesungguhnya kau adalah lelaki yang cerdas, kuat dan masih muda. Kami tidak meragukanmu samasekali, kau juga sebagai sekretaris Rasulullah menulis wahyu ketika beliau masih hidup."


2. Syi'ah meyakini bahwa Abu Bakar dan Utsman telah merubah Al-Qur'an dan telah banyak menghilangkan ayat-ayat beserta suratnya. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur'an yang diturunkan dengan wasilah Jibril ini mempunyai 17 ribu ayat. Mengklaim bahwa Abu Bakar dan Utsman telah menghapus ayat-ayat yang berkaitan dengan keutamaan Ahlul Bait, menghapus secara keseluruhan Surah Al wilayah dan lain sebagainya.


Jawaban;
Klaim ini tidak berdasarkan samasekali, tidak ada bukti yang jelas. Bahkan salahsatu dari ulama mereka At Thabrasi didalam bukunya Majma' Al bayan menyatakan; "penambahan didalam Al-Qur'an sudah dapat dipastikan ketidak benarannya. Sedangkan pengurangan dalam Al-Qur'an sebagaimana yang diyakini golongan kami (Syi'ah) juga tidak ada dasar kebenarannya."
Begitu juga halnya disaat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, semua kekuasaan ada ditangannya, sedangkan Mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Utsman bin Affan terus menggema terdengar dan dibaca semua umat Muslim pada waktu itu. Logikanya, jika memang klaim Syi'ah itu benar ada, kenapa Ali dan yang lain diam dan tidak segera memperbaiki Al-Qur'an tersebut? Padahal itu adalah hal yang sangat urgen dibanding dengan yang lain.


G. Epilog
Al-Qur'an yang menjadi Mukjizat Nabi akhir zaman Muhammad SAW. telah banyak melewati lika-liku sepanjang perjalannya. Al-Qur'an dari sejak mula ia diturunkan dimuka bumi telah menantang manusia untuk melawannya, bahkan bukan hanya dari kalangan manusia yang ditantang. Tetapi, dari kalangang jin pun ditantang.


"katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."
Al-Qur'an akan tetap terjaga sampai hari akhir tiba, tidak ada yang bisa menodai kitab suci ini, semua usaha musuh-musuh Islam untuk menodai kesucian Al-Qur'an akan terus terbantahkan dan tidak akan mengurangi sedikitpun kesucian dan kemuliannya karena Allah SWT sendiri yang berjanji langsung akan menjaga Kitab-NYA. Wallahu 'alam bishawab.


Referensi
1. Abu Syahbah, Muhammad bin Muhammad, Al Madkhal lidirasatil Qur'anil Karim, Maktabah As Sunnah, Kairo, 2003.
2. Diraz, Dr. Muhammad Abdullah, Madkhal ila Al qur'anil Karim, Darul Qalam, Kairo, 2003
3. Watdi, Dr. Abdul Hamid Hasan, Buhuts fi Ulumil Qur'an, Diktat Kuliah Tafsir Universitas Al Azhar Kairo,
4. Suyuthi, Imam, Al Itqan fi Ulumil Qur'an, Darul Hadits, Kairo, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar