irja

Rabu, 11 Mei 2011

I’jaz al-Qur’an dari Aspek Bahasa dan Qiro’ah


Oleh: Ahda Sabiela

Al quran yang kita kenal merupakan kitab suci umat Islam yang diyakini kebenaranya bebas dari tahrif, yaitu perubahan berupa penambahan dan pengurangan sejak diturunkanya pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW, tidak seperti kitab samawi lainya seperti taurat dan injil. Al qur’an tidak hanya berbicara masalah tauhid atau syairah saja akan tetapi lebih dari itu, Al qur an juga berbicara tentang sains diantaranya mencakup berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan yaitu ilmu kosmos alam jagat raya atau ilmu falaq , ilmu biologi mencakup manusia, tumbuhan dan hewan, ilmu kedokteran, ilmu bahasa, dan ilmu sejarah.
Ijazul qur’an mempunyai pengertian sebagai berikut: Kata ijaz diambil dari ajaza ( عجز ) artinya lemah, sedang yang dimaksud disini ialah mukjizat, yaitu sesuatu diluar kebiasa’an yang menunjukkan kepada kebaikan dan kebahagian sesuai dengan misi da’wah nabi yang bertujuan untuk menunjukkan bahwasanya dia adalah utusan Allah dan mukjizat tersebut terbebas dari saingan yang mampu menandinginya. Sedangkan Al qur’an yaitu Kalamullah baik secara lafadz dan makna yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril. Jadi ijazul qur an merupakan kandungan Al qur’an mencakup dalil- dalil yang kuat dan petunjuk yang tak terbantahkan menunjukan bahwasanya Al qur an adalah mukjizat terbesar dan merupakan kalamullah yang abadi hingga akhir zaman.
Al qur an begitu istimewa dibandingkan dengan mukjizat nabi yang lain, mengapa demikian? Karena Al qur an lintas ruang dan waktu hingga akhir zaman nanti sedangkan selainnya hanya terbatas zaman akan hilang seiring waktu dan kematian nabi itu sendiri, mukjizat nabi yang lain hanya bisa disaksikan dari kejauhan sedangkan Al quran dapat kita lihat sendiri dari dekat bahkan memilikinya secara pribadi. Untuk menunjukan bahwasanya Al qur an adalah kalamullah, Allah sendiri menantang bagi yang meragukan untuk membuat Al qur an tandingan. Dalam surat At Thur misalnya ayat 33, 34 Ataukah mereka mengatakan: “ dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendakah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang - orang yang benar . Dalam surat Huud ayat 13, 14 Allah menantang untuk membuat 10 surat Bahkan mereka mengatakan “ Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu”, katakanlah : “(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibut-buat yang menyamainya, dan panggilah orang-orang yang kamu sanggup (memamggilnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) maka (katakanlah olehmu) : “ ketahuilah, sesunguhnya Al qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah) ? . Dan bahkan jika masih meragukan, Allah mengultimatum untuk membuat satu surat saja semisalnya dan agar mengajak yang dapat membantu selain Allah, (Al-Baqaroh ayat 23 , 24) bahkan jika segenap manusia dan jin bersatupun tidak akan mampu mendatangkan seperti Al qur’an ( Al-Isro ayat 88).
Apa yang difirmankan oleh Allah ternyata benar adanya, sejarah mencatat Aba Alaa Al ma’ri, Aba Toyyib Almutanabbi, dan Ibnu Makfa’ yang berkeyakinan bahwasanya mereka telah memahami dalamnya balaghoh (salah satu ilmu sastra arab) Al qur’an, akan tetapi apa yang mereka kerjakan hanya berakhir dengan sia-sia belaka karena ketidakmampuan dalam menandingi keagungan kalam Allah. Selain mereka bertiga Musailamah Al Khazzab, seorang nabi palsu pernah membuat surat tandingan yang hanya menjiplak dari surat Al Kaustar dengan tata bahasa dan irama sajak yang hampir mirip, ini menunjukkan bahwasanya Al qur an adalah bukan perkatan Nabi Muhammad tetapi memang benar-benar dari Allah.
Allah menjadikan agama Islam sebagai penutup dan pelengkap syariah yang dibawa oleh nabi sebelum Nabi Muhammad, oleh karena itu mukjizat yang dibawa haruslah abadi hingga akhir zaman. Bahasa arab dipilih sebagai bahasa Al qur an karena pada waktu Rosul diutus untuk kaum arab mereka telah memiliki citra rasa sastra yang begitu tinggi bahkan terjadi perang syair antar qobilah (suku) demi mendapatkan prestice sebagai yang terbaik di tanah arab, oleh karena itu bahasa Al quran harus melebihi bahasa kaum arab tersebut demi membuktikan bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Pada waktu sebelum Al qur an turun para utusan qobilah saling menyerang dalam melantunkan syair mereka untuk mendapatkan kehormatan sebagai yang terbaik di jazirah arab, akan tetapi setelah Al qur an turun maka tidak ada lagi perang syair diantara mereka. Walid ibn Mughiroh ( 95 sebelum Hijriah – 1 Hijriyah/ 530- 622 M ) pemimpin Bani Makhzum salah satu pembesar arab yang dikenal adil, mengakui kehebatan Al qur’an ketika Rosul membaca surat Al ghofir didalam masjid, diantara perkatanya “ Demi allah aku telah mendengarkan perkata’an yang bukan perkata’an manusia dan jin, demi allah itu bukan sihir dan telah kusaksikan penyihir dan itu memang bukan perkata an penyihir dan juga bukan sajak , demi allah itu juga bukan perkatan orang gila, demi allah itu bukan syair …… ”
Al qur’an diturunkan dengan lisan arab, berbeda dengan kitab samawi lainya yang diturunkan dengan bahasa selain arab lalu diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa arab, sedangkan Al qur’an meskipun diterjemahkan ke berbagai bahasa diseluruh penjuru dunia, selalu dan tetap disampingnya terdapat bahasa arab karena terjemahan Al qur an bukanlah Al qur’an dan Al quran yang berbahasa arab itulah yang disebut Al quran. Keindahan Al quran sungguh terasa ketika mendengar tilawatil qur’an dibaca dengan makhorijil huruf yang benar, disatu huruf dibaca dengan jelas dan dihuruf yang lain dibaca samar-samar semua itu tedapat dalam ilmu tersendiri yaitu ilmu tajwid. Diantara yang dipelajari ialah tempat keluarnya huruf-huruf hijaiyah dari ujing bibir sampai ujung tenggorokan, ketika dibaca diantara kombinasi dari berbagai huruf tersebut maka keindahan akan muncul diantara bacan yang lembut dan syadid yang tipis dan tebal yang jelas dan samar-samar tentu saja dengan hukum baca’an yang telah ditetapkan dan tidak akan pernah bosan mendengarkannya, mampu mengobati jiwa yang goncang serta menentramkan hati meskipun tidak tahu artinya.
Terdapat lebih dari 6000 ayat dalam Al quran diberbagai topik, diantaranya mengenai masalah tauhid, hukum syari’ah, sejarah, pencipta’an, dan sains akan tetapi tidak ada satupun diantara ayat-ayat tersebut kontradiksi, hal tersebut telah ditetapkan didalam ayat Al quran surat An-Nisa ayat 82 ‘’ Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al quran? Kalau kiranya Al qur an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya”. Dalam surat Al Baqaroh ayat 7 Allah berfirman : عَظِيمٌ عَذَابٌ ةٌ وَلَهُمْ ةٌغِشَاوَ أَبْصَارِهِمْوَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى قُلُوبِهِمْ عَلَى اللَّهُ خَتَمَ artinya “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” Mengapa Allah mendahulukan pendengaran daripada penglihatan? Sedangkan dengan mata kita dapat merasakan keindahan warna warni dunia, dapat melakukan berbagai hal dengan benar bahkan kita dapat melihat kenyatan yang benar. Begitu juga kebanyakan ayat jika pendengaran dan penglihatan bertemu maka yang didahulukan adalah pendengaran. Diantara penyebab hal tersebut yang pertama ialah telinga sebagai indra pendengaran manusia diciptakan sebelum mata pada fase pembentukan anggota tubuh saat didalam rahim, hal ini telah dibenaran oleh dokter ahli. Penyebab kedua adalah telinga lebih mulia dan lebih luas jangkaunya daripada mata, karana dengan telinga dapat mengetahui kebenaran Nabi Muhammad utusan Allah, mematuhi segala perintah dan larangan Nya dan mata lebih sempit daya jelajahnya daripada telinga.
Qiro’ah berarti baca’an, sedangkan yang dimaksud disini ialah ilmu tentang bagaimana membaca Al qur’an sesuai dengan riwayat dan jalan periwayatan tersebut, ilmu qiroah merupakan displin ilmu yan telah berdiri sendiri serta mendapat perhatian dari para ulama tafsir. Untuk membaca Al qur an tidak sembarangan, ada ilmu dan seni tersendiri dalam melafadzkanya, dan ilmu ini turun temurun diwariskan sejak zaman nabi muhammad 1400 tahun yang lalu melalui sistem sanad yaitu pembelajaran secara turun temurun dengan cara murid berguru langsung kepada para imam yang telah mendapat lisensi kebenaran akan baca’anya hingga nabi Muhammad, cara ini biasa disebut talaqi atau sorogan sehingga Al qur’an dan baca’annya terbebas dari kesalahan yang disengaja atapun tidak, karena pada waktu ditulis Al qur an tanpa tanda baca lafadz atau harokah dan tanda baca huruf atau titik pada huruf hijaiyah sehingga memngkinkan untuk dibaca dengan berbagai macam baca’an. Sistem Talaqi bukan hanya berlaku dizaman dahulu saja sebelum Abu Aswad Ad-Duwali meletakkan tanda baca pada Al quran bahkan, hingga hari inipun sesudah dilengkapinya hal tersebut pembelajaran talaqi masih berlangsung demi menjaga keotentikan Al qur an. Untuk mendapatkan sanad tidak ada jalan lain kecuali seorang murid diharuskan berguru langsung kepada para qori atau imam yang telah medapatkan lisensi.
Dalam hukum qiro’ah ada berbagai macam tingkatan hukum, akan tetapi yang paling benar adalah qiro’ah mutawatir dan mashur. Qiro’ah Mutawwatir ialah bacaan yang telah disepakati para imam dan tidak mungkin dituduh berbohong serta mempunyai jalan sanad yang satu dari 7 imam, mereka biasa disebut qiro’ah sab’ah al mutawatir, sedangkan mashur ialah baca’an yang mempunyai sanad benar yang diriwayatkan oleh perowi adil sesuai dengan bahasa arab yang benar dan sesuai dengan salah satu baca’an yang tertera dalam mushaf ustmani, baik bacaan tersebut dari 7 imam mutawatir atau dari 10 imam mashur ataupun imam selain mereka yang dianggap benar, baca an tersebut harus sudah mashur dikalangan imam dan tidak dituduh salah bahkan sesat. Derajat mashur dibawah mutawatir dikeranakan perbedaan jalan sanad yang diambil dari 7 imam tersebut. Saat ini yang dipelajari oleh para pelajar dalam ilmu qiro’ah merujuk pada 7 imam mutawatir dan 10 imam mashur. Mereka ialah Abu Rim Nafi’ bin Naim Almadani meninggal di Madinah tahun 169 H, Abdulllah bin Katsir meninggal di Mekkah tahun 120 H, Abu Umar Hamzah bin Habib Az-ziyat Alkufi meninggal di Irak tahun 156 H, Ziyad bin Ala Al-bisr, meninggal di Kufah tahun 154 H, Abdullah bin Umar meninggal di Damaskus tahun 117 H. Abu Bakar Asim bin Abi najwad Al asadi meninggal di Kufah tahun 127 H, Abu Hasan Ali bin Hamzah Alkasai meniggal di Re tahun 189 H. untuk imam 10 yang mashur ialah 7 imam diatas ditambah 3 imam lagi yaitu: Yazid bin Qo’qo Almadani atau yang lebih dikenal Abu’Ja’far meninggal di Madinah tahun 132 H, Ishaq Abu Muhammad Alhadori atau yang sering dikenal Ya’qub meniggal di Bagdad tahun 229 H, Ibnu Hisyan Albazari Abu Muhammad meniggal di Bagdad tahun 229 H.
Melalui sistem sanad inilah maka baca’an Al qur’an masih terjaga hingga saat ini sekaligus memupus tuduhan Goldziher seorang orientalis yang meyakini bahwa perpedaan bacaan Al quran adalah akibat kekeliruan dalam penulisan bahasa arab zaman dulu, karena Mushaf Ustmani tidak dilengkapi tanda baca dan tanda titik pada huruf hijaiyah sehingga memungkinkan menciptakan keberagaman baca’an, bahkan Arthur Jeffery orientalis yang mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk meneliti Al qur’an menuduh bahwasanya kekurangan tanda baca dan titik tersebut merupakan peluang bebas bagi pembaca memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks makna yang dia pahami. Sejarah pembukuan Al qur’an tidak hanya bersandar kepada teks manuskrip yang ada akan tetapi juga bersandarkan kepada hafalan yang termaktub di dalam hati para sahabat, penggabungan kedua hal tersebut terjadi ketika pengumpulan mushaf-mushaf Al quran di zaman khalifah Abu Bakar As shiddiq yang diketuai Zaid bin Tsabit dan pengumpulan tersebut dilaksanakan karena para Hafidz banyak meninggal dunia ketika memerangi orang-orang murtad ditakutkan Al qur’an akan hilang bersama para hafidz yang meninggal. Begitu pula penulisan kembali dizaman khalifah Ustman Bin Affan dikarenakan perbedaan bacaan antar bangsa karena ekspansi islam yang begitu luas ditakutkan terjadi kontradiksi antar umat sehingga menjadikan Al qur’an ini tidak asli sebagaimana yang terjadi Dalam injil dan Taurat.


Referensi :
1. Manahilul irfan fi ulumil qur’an , Muhammad Abdul Azim Azzarqoni.
2. Al burhan fi Ulumil Qur ‘an, Imam Badruddin Muhammad Abdullah Az Zarkasyi.
3. Haqoiq wa Subhat Haula Quranil karim , Prof. Dr. Muhammad Imaroh.
4. Dalailul I’jaz fu quranil karim, Dr. Toriq Abdullah Diyyab.
5. Al Mursyid Al hadi fi ushulil fiqh, Prof. Dr. Romadhon Muhammad Haitami.
6. Al Mausu’ah Ad Zahabiyah fi I’jazil Quranulkarim wa Sunnatun An bawiyyah, Dr. Ahmad Mustofa.
7. The History The Quranic Text, Prof. Dr, M.M Al A’’zami.
8. Menjawab Kritikan Arthur Jeffery Terhadap Al-Qur’an, Adian Husaini, Insisnet.com.
9. Al qur’an dan tarjamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar