irja

Sabtu, 28 November 2009

Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil Ma'tsur
Oleh: Jaka Perkasa


Definisi Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil Ma'tsur adalah tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an yang menjelaskan ayat satu kepada ayat yang lainnya. Al-Qur'an dengan Sunnah Rasulullah SAW dan Al-Qur'an dengan perkataan Sahabat dan Tabi'in.

Perkembangan Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil ma'tsur berkembang dalam dua periode. Periode Periwayatan dan periode Kodifikasi. Pada periode periwayatan Rasulullah SAW langsung menjelaskan kepada para Sahabatnya tentang segala permasalahan yang mereka temukan dalam makna ayat-ayat AL-Qur'an. Tafsir pada periode ini para Sahabat masih memakai cara periwayatan di antara mereka dan masa setelah mereka dari kalangan Tabi'in.

Kemudian pada periode Kodifikasi. Tafsir yang pertama kali mengalami kodifikasi adalah Tafsir bil Ma'tsur dan mengalami perkembangan. Para Ulama Hadits adalah orang-orang yang pertama intens dalam hal ini.

Tafsir pada periode ini tidak sistematis dan tidak dikodifikasi khusus. Tetapi, ditulis bersamaan dengan berbagai macam Hadits yang dikumpulkan dari riwayat para Sahabat dan Tabi'in. Kemudian setelah itu barulah Tafsir terpisah dari Hadits dan dikodifikasi khusus yang terdapat pertama kali pada riwayat 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu 'Abbas. Terdapat Juz atau bagian-bagian yang dikodifikasi khusus. Misalnya; Al Juz-ul Mansûb li Abi Rauq dan tiga Juz yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Tsaur dari Ibnu Juraij .

Kelemahan pada riwayat Tafsir bil Ma'tsur dan penyebabnya

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Tafsir bil Ma'tsur itu adalah mencakup tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan Sunnah dan Al-Qur'an dengan riwayat para Sahabat atau Tabi'in. Sedangkan Tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an dan Al-Qur'an dengan Hadits shahih tentu tidak ada pertentangan dalam kebenaran dan keabsahannya karena tidak ada keraguan didalamnya. Sedangkan yang disandarkan ke Rasulullah SAW. dan ternyata itu lemah pada sanad atau matannya. Maka tentu itu tertolak dan tidak bisa diterima. selama penisbahannya kepada Rasulullah SAW. tidak benar.

Penafsiran Al-Qur'an dengan riwayat dari Sahabat atau Tabi'in kemungkinan akan ada sisi lemahnya. Karena tidak ada ke-tsiqhah-an pada riwayatnya. Sedangkan sebab-sebab lemahnya riwayat Tafsir bil Ma'tsur ada tiga:
1. Banyaknya produk dalam penafsiran.
2. Kontaminasi Israiliat dalam Tafsir.
3. Terhapusnya Sanad.

Saya akan menjelaskan satu persatu dari tiga sebab Tafsir bil Ma'tsur menjadi lemah dan bagaimana menyikapinya.

1.Produk atau pembuatan dalam tafsir

Perkembangan dalam pembuatan tafsir sama halnya dengan yang terjadi dengan Hadits. Karena keduanya satu komposisi dan tidak bisa terpisahkan. Sebagaimana
dalam Hadits terdapat Shahih, Hasan dan Dha'if. dalam riwayat ada yang Tsiqah dan Syak begitu juga dengan Tafsir, akan kita dapatkan hal yang sama.

Banyak yang melatarbelakangi pembuatan dalam tafsir, di antaranya; Fanatik terhadap golongan. sebagai contoh terdapat golongan yang saling fanatik terhadap golongannya. Sebut saja Syi'ah yang mengagung-agungkan 'Ali bin Abi Thalib ra. Sedangkan dari pihak rival ada Khawarij yang menjahui Syi'ah dan mendeklarasikan diri sebagai musuh bagi Syi'ah. Sedangkan ditengah-tengah antara kedua kubu Syi'ah dan Khawarij adalah mayoritas kaum muslimin yang tidak mengatasnamakan salah satu dari kedua belah pihak. Setiap golongan dari golongan-golongan ini tentunya berusaha dengan segenap kemampuan untuk memenangakan golongan yang mereka anggap benar dengan memakai ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang kemudian dinisbahkannya kepada Rasulullah SAW. Maka beranjak dari sini, banyak dari kalangan ulama dari setiap golongan memakai bahkan membuat Hadits ataupun dalam menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur'an dalam rangka kepentingan golongan dan kelompok.

Namun disisi lain, jika kita lihat pada sisi subjektifitas dari tafsir ini dengan tidak melihat dari sisi sanadnya, maka akan kita temukan nilai ilmiah dari Tafsir ini. Karena tidak semua dan tidak selamanya yang ditafsirkan itu jauh menyimpang dari ayat yang dimaksud. Tetapi kadang memang itu hasil dari ijtihadnya. Contoh, ada yang membuat sesuatu dalam Tafsir Al-Quran dan dinisbahkannya kepada 'Ali Bin Abi Thalib atau kepada Ibnu 'Abbas dan bukan sekadar perkataan tanpa landasan. Namun itu adalah pendapat dan ijtihadnya dari penafsiran Ayat tersebut yang dihasilkan dari pemikirannya pribadi. Ia ingin hasil pemikirannya diterima. maka dinisbahkannya kepada sebagian para sahabat. Biasanya Tafsir yang dinisbahkan kepada 'Ali atau Ibnu Abbas ini tidak menghilangkan nilai ilmiahnya. Tetapi satu hal yang tidak ada nilai sama sekali dari tafsir ini. Yaitu penisbahan kepada 'Ali bin Abi Thalib atau Ibnu 'Abbas. Maka bisa dikatakan bahwa Tafsir seperti ini bukan hanya sekedar imajinasi atau fantasi. Tetapi, ada landasan tersendiri dan mempunyai nilai pada sisi subjektifitas walaupun tidak dari sisi sanadnya .

2. Israiliat

Secara zhahir lafazd Israiliat menunjukkan corak kaum Yahudi dan kebudayaan mereka yang mempunyai pengaruh didalam tafsir. Namun, yang dimaksud disini lebih umum. Yaitu corak dari kaum Yahudi dan juga Nasrani dalam Tafsir Al-Qur'an serta pengaruh kebudayaan mereka terhadap tafsir. Penamaan lafazd Israiliat karena Yahudi mempunyai peran mayoritas dalam kontaminasi terhadap tafsir Al-Qur'an dibandingkan Nasrani. Banyak yang menukil dari Yahudi karena keturunan mereka yang banyak dan begitu dekatnya mereka dalam bersosialisasi kepada kaum Muslimin dari awal mula munculnya Islam sampai agama yang hanif ini tersebar diseluruh penjuru dunia dan umat manusia masuk Islam secara berbondong-bondong.

Yahudi dan Nasrani mempunyai kebudayaan agama yang mempunyai peran dan pengaruh besar terhadap tafsir Al-Qur'an. Kebudayaan Yahudi bersandarkan kepada kitab Taurat sebagaimana yang disinyalir Al-Qur'an Surah Al-Maidah Ayat: 44 yang artinya: " Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya".

Bahkan kebanyakan lafazd yang dipakai oleh kaum Muslimin dan Yahudi sendiri adalah " Taurat". Mereka menyebutnya juga sebagai kitab-kitab suci bagi Yahudi yang lain, termasuk didalamnya Zabur dan sebagainya. Didalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa segala sesuatu yang berasal dari kitab-kitab Musa dan yang lainnya dinamakan Taurat. Kaum Yahudi didalam Taurat mempunyai ajaran, nasehat dan penjelasan yang tidak dinukil dari Nabi Musa as melalui tulisan. Tetapi, mereka pelajari dan nukil melalui lisan. Kemudian setelah berkembangnya zaman dan bertambahnya keturunan, maka dikodifikasi dan dikenal dengan "Talmud". Didalamnya banyak terdapat sastra Yahudi, hikayat, sejarah, hukum dan legenda. Sedangkan Nasrani mayoritas kebudayaannya lebih bersandarkan kepada Injil. Al-Qur'an menyebut Injil sebagai salah satu Kitab langit yang diturunkan kepada para Rasul-Nya. Surah: Al-Hadid: 27: yang artinya: "Kemudian Kami iringkan dibelakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil".

Maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa Taurat adalah sumber kebudayaan dan agama Yahudi sebagaimana Injil sebagai sumber kebudayaan dan agama Nasrani. Jika kita menelisik lebih dalam antara Taurat dan Injil akan kita dapatkan banyak hal-hal yang juga ada didalam Al-Qur'an. Khususnya persamaan pada kisah umat dan nabi-nabi terdahulu. Yang membedakan hanya pada penjelasan kisah tersebut. Al-Qur'an ketika menceritakan sebuah kisah akan berbeda dengan yang dikisahkan oleh Taurat dan Injil pada metode penyampaiannya. Karena Al-Qur'an menceritakannya sebatas kejadian-kejadian yang mengandung pelajaran dan faedah. Tidak menjelaskan secara detail dan terperinci, tidak menyebutkan tanggal, hari dan tahun, tidak juga menyebutkan nama daerah dan nama-nama yang menjadi aktor dalam kisah tersebut. Al-Qur'an lebih menitik fokuskan kepada tema-tema yang subtansial dan yang mempunyai faedah dan pelajarannya.

Sebagai contoh kisah Nabi Adam as yang dikisahkan didalam Al-Qur'an terdapat juga kisahnya didalam Taurat. didalam Al-Qur'an kisah Adam a.s diceritakan lebih panjang didalam surah Al-Baqarah dan surah Al-'Araf dibandingkan dengan surah-surah yang lain. Pada kedua surah ini Al-Qur'an menceritakan kisah nabi Adam dengan tidak menjelaskan jenis pohon yang dilarang Allah untuk memakan buahnya, tidak juga menjelaskan jenis hewan jelmaan dari Iblis yang masuk kedalam syurga untuk menggoda Adam dan istrinya, tidak menyebutkan tempat atau daerah yang mana Adam dan istrinya diturunkan setelah keluar dari syurga. Serta hal-hal lain yang berkenaan dengan kisah ini yang tidak dijelaskan secara terperinci oleh Al-Qur'an. Namun, ketika kisah Adam dan istrinya kita lihat didalam Taurat akan kita dapatkan lebih banyak dan detail dalam menceritakan kisah ini. Taurat menjelaskan pohon yang dilarang itu terletak ditengah-tengah syurga, pohon kehidupan yang mengetahui kebaikan dan kejelekan, jenis hewan jelmaan dari Iblis adalah seekor ular yang berdialog dengan Hawa istri Adam a.s. serta penjelasan-penjelasan yang lebih panjang dan detail berkenaan dengan kisah ini akan kita dapatkan didalam Taurat.




Awal Mula Kontaminasi Israiliat dalam Tafsir dan Perkembangannya

Pertama kali masuknya Israiliat adalah pada masa Sahabat. Karena banyak titik temu dan persamaan antara Al-Qur'an, Taurat dan Injil dalam beberapa permasalahan sebagaimana yang diatas, khususnya pada kisah umat dan nabi-nabi terdahulu. Hanya yang membedakan Al-Qur'an lebih singkat, sedangkan Taurat dan Injil lebih panjang dan detail dalam menceritakan kisah-kisah umat terdahulu. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu referensi para sahabat dalam tafsir adalah Ahli Kitab. Para sahabat ketika membaca kisah-kisah terdahulu yang terdapat dalam Al-Qur'an akan menanyakan hal-hal yang mereka tidak tahu serta mencari dan menanyakan kepada orang yang tahu tentang hal itu. Maka tentu yang lebih tahu dalam hal ini adalah Ahli Kitab yang telah masuk Islam. Tentunya para Sahabat tidak akan menanyakan segala hal kepada Ahli Kitab dan juga tidak akan menerima semuanya. Tetapi, para Sahabat hanya menanyakan penjelasan yang terdapat dalam kisah yang diceritakan Al-Qur'an secara global. Para Sahabat tidak akan menanyakan kepada Ahli Kitab tentang sesuatu yang bekenaan dengan akidah atau hukum.

Para Sahabat tidak akan keluar dari ajaran Rasulullah SAW dalam hal kebolehan mengambil sumber dari Ahli Kitab, sebagaimana sabda Nabi SAW:

حدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج

Artinya: "Ceritakanlah dari Bani Israil dan jangan merasa berat" (HR. Al-Bukhari)

Sebagaimana para Sahabat tidak berpaling terhadap sabda Rasul yang berbunyi:

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم

ِArtinya: "Janganlah kamu mempercayai Ahli Kitab dan janganlah pula kamu mendustakan mereka" (HR. Al-Bukhari)

Dua Hadits diatas tidak bertentangan. Karena Hadits yang pertama membolehkan untuk menceritakan apa yang terjadi dari kisah-kisah Bani Israil yang terdapat faedah dan pelajaran didalamnya dengan syarat harus tahu dan yakin bahwa kisah tersebut tidak berdusta. Karena mustahil Rasulullah SAW. membolehkan para Sahabatnya meriwayatkan yang dusta. Sedangkan Hadits yang kedua dimaksudkan agar tidak mengambil sikap ketika ada informasi yang bersumber dari Ahli Kitab dan tidak ada kepastian antara benar dan salahnya kabar tersebut. Karena akan ada kemungkinan berita itu benar tetapi didustakan. Atau sebaliknya, berita itu dusta tetapi dibenarkan. Sedangkan berita yang bertentangan dengan syari'at Islam tentu diperbolehkan untuk mendustainya dan berita yang sesuai dengan syari'at Islam diperbolehkan untuk menerimanya.

Pengaruh Israiliat dalam tafsir

Israiliat dari Ahli Kitab yang banyak diadopsi oleh ahli tafsir dalam menjelaskan Al-Qur'an tentunya mempunyai pengaruh yang negatif dalam tafsir. Karena ini bukan hanya terjadi pada masa Sahabat. Tetapi, terus berlangsung dari masa kemasa pengambilan Israiliat didalam tafsir dengan tanpa melihat lagi kebenaran sumber tersebut. Bahkan sudah banyak ditemukan kisah-kisah bohong dan dimasukkan kedalam tafsir AL-Qur'an.

Kabar Israiliat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Kabar atau berita yang diketahui kebenarannya bahwa itu dinukilkan dari Rasulullah SAW. Contoh; penamaan nama patner Nabi Musa as yaitu Khidir. Karena nama ini dengan jelas disebutkan langsung oleh Rasulullah SAW. sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari . Maka berita ini benar dan diterima..

2. Kabar atau berita yang diketahui kebohongannya. Karena bertentangan dengan Syari'at Islam atau tidak sesuai dengan akal manusiawi. Maka berita ini tidak boleh diterima dan diriwayatkan.

3. Kabar atau berita yang didiamkan. Tidak bisa dipastikan antara kebenaran atau kebohongan berita tersebut. Tidak boleh mempercayai dan juga tidak boleh mendustainya. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW:

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم

Seorang Ahli Tafsir harus mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap apa yang ia nukil. Khususnya yang bersumber dari Ahli Kitab. Harus kritis dan teliti sehingga pada akhirnya dapat dipastikan bahwa berita tersebut seirama dengan ruh Al-Qur'an, sesuai dengan akal dan Naql. Tidak boleh mengambil kabar dari Ahli Kitab jika seandainya Sunnah Rasulullah telah memberikan penjelasan terhadap permasalahan tersebut. Pengambilan berita dari Ahli Kitab hanya sekadarnya saja. Artinya ketika sedikit saja sudah cukup dan bisa menjelaskan yang umum dalam Al-Qur'an, kenapa harus banyak? Maka penukilan kabar berita dari Ahli Kitab harus sesuai porsinya saja.

3. Terhapusnya Sanad

Terhapusnya sanad adalah salah satu dari tiga sebab lemahnya Tafsir bil Ma'tsur. Masa sahabat dan Tabi'in sanad sangat menjadi perhatian dan menjadi karakteristik khusus pada masa itu. Mereka tidak akan menerima berita yang sanadnya tidak jelas apalagi sampai sanadnya dihapus, maka mereka akan menolaknya dengan tegas. Imam Muslim meriwayatkan dalam Mukadimah Shahihnya dari Ibnu Sirrin:
سموا لنا رجالكم "" Ini adalah bukti konkrit bahwa sanad menjadi perhatian khusus. Ketika ada kabar yang datang kepada para Sahabat atau Tabi'in, maka mereka akan mengklarifikasi sanad, meminta dan menelitinya. Jika benar maka akan diterima. Namun, jika tidak maka akan ditolak dan dihukumi lemah. Wallâhu 'alam bi asshawâb

Para Mufassir di Masa Sahabat ra.

Oleh: Hendar Ali Irawan
1.Ali bin Abu Tholib
Beliau adalah anak paman Rasulullah Saw dan suami dari sayyidah Fatimah putri tunggal Rasulullah. Beliau merupakan orang yang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak dan dikalangan Arab beliau terkenal dengan nama panggilan Abu Hasan atau Abu Turob[1]
. Adapun nama asli beliau Abul Hasan Ali bin Abi Tholib bin Abdul Mutholib al-Qursyi al-Hasyimi dan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim. Sayyidina Ali merupakan orang yang pertama dilahirkan dari orangtua yang satu keturunan Bani Hasyim. Beliau merupakan Khalifah yang ke 4 setelah Usman bin Affan RA dan merupakan pertama yang menjadi Khalifah dari Bani Hasyim.
Sayyidina Ali RA dilahirkan 20 tahun sebelum Rasulullah diangkat menjadi utusan Allah. Ali besar dengan didikan serta gembengan Rasulullah, beliau selalu mengikuti peperangan yang dilaksankan Rasulullah dan beliau pula yang berdiri dibarisan pertama yang membawa bendera. Dalam mengikuti peperangan dengan Rasulullah beliau tidak pernah ketinggalan kecuali perang Tabuk. Rasulullah Saw suatu ketika pernah bersumpah kepada keluarganya, berkata: Engkau ridho menjadikan aku sama dengan kedudukan Harun dari Musa kecuali sesungguhnya tidak ada nabi selainku[2]
. Di berbagai peperangan Rasulullah memberikan bendera kepada Sayyidina Ali, di suatu peperangan tepatnya diperang Khoibar Rasulullah Saw berkata: Sunnguh aku akan memberikan bendera kepada seseorang yang akan Allah bukakan kedua tangannya menjadikan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan Rasulullah memberikan benderanya kepada Ali kemudian Ali mendampinginya dalam perang, berkata Rasul kepada Ali: kamu saudaraku di dunia dan di akhirat. Akhirnya beliau wafat dibunuh oleh seorang khowarizm Abdul Rahman bin Muljam pada bulan ramadhan tahun 40 H dan beliau berumur 63 tahun.
Sayyidina Ali merupakan salah satu dari sepuluh orang ahli surga yang dikabarkan Rasulullah. Beliau memiliki keistimewaan dibanding yang lainnya diantaranya beliau terkenal dengan keberaniannya dan kecerdasannya. Sampai ada anekdot dari yang lainya bahwasannya suatu permasalahan kecuali Abu Hasan yang akan menyelesaikannya. Rasulullah mengutus beliau untuk menjadi hakim di Yaman kemudian mendoakannya: Ya Allah berikanlah ketetapan dalam lisannya dan berikan petunjuk kepadanya.

A. Kedudukan Ali dalam menafsirkan al-Qur’an
Umar bin Khatab Ra berlindung kepada Allah ketika tidak ada Ali dalam menghadapi kesusahan atau permasalahan. Diriwayatkan atas Ali, bahwasannya beliau berkata: Tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku, tanyakan kepadaku tentang kitab Allah, demi Allah tidak ada satu ayatpun turun kecuali aku mengetahuinya baik siang maupun malam. Abdullah bin Abbas Ra berkata; Saya mengambil tafsir al-Qur’an dari Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan oleh Abu Na’im dari Abdullah bin Abbas berkata: Al-Qur’an diturunkan atas 7 huruf, tidak ada satu huruf pun yang tidak memiliki makna zahir dan bathin. Sesungguhnya Ali mengetahui makna itu dan darinya pula zahir dan bathin itu. Adapun periwayatan/cara (thoriqoh) yang bisa kita ambil atas Ali bin Abu Tholib Ra dalam penafsiran, antara lain:
- Thoriq Hisyam dari Muhammad bin Sirin dari Ubaidah as-Salmany dari Ali Ra. Cara ini merupakan cara yang shohih yang banyak diriwayatkan oleh Bukhori dkk.
- Thoriq Ibnu Abil Husain dari Abu Thufail dari Ali Ra dan ini juga cara yang shohih yang banyak diriwayatkan oleh Abu Uyainah.
- Thoriq Zuhri dari Ali Zainal Abidin dari bapaknya Husain dari bapaknya Ali Ra dan ini merupakan cara yang sangat shohih yang dianggap sanad yang paling shohih[3]
.

2.Abdullah bin Mas’ud
Beliau adalah Abdullah bin Ghofil keturunannya sampai kepada Mudhor dan beliau akrab dipanggil Abu Abdurrahman al-Hudzli. Beliau mempunyai seorang ibu yang bernama Ummu Abd binti Abd WÂd dari Hudzail terkadang beliau dipanggil Ibnu Ummi Abdul. Beliau salah satu dari golongan orang yang pertama masuk Islam dan beliau pernah mengikuti hijrah bersama Rasulullah sebanyak 2 kali serta beliau sering mengikuti peperangan bersama Rasulullah diantaranya perang Badar, Uhud, Khondak.
Beliau mempunyai banyak keistimewaan diantaranya Rasulullah pernah melihat beliau di surga dalam keadaan di tempat yang tinggi dan mulia, sebagaimana perkataan Rasulullah: Kalau seandainya aku menunjuk seseorang bukan atas dasar musyawarah kaum Mu’minin maka aku akan menunjuk Ibnu Ummi Abd. diantara kesibukannya, beliau pernah menjabat sebagai direktur utama Baitul Maal di Kuffah pada masa Kholifah Umar dan Usman Ra. Menjelang wafatnya beliau pergi ke Madinah dan menetap disana sampai akhirnya diusianya yang ke 60 beliau pulang keharibaan Allah yang Maha Kuasa pada tahun 32 H dan disemayamkan di pemakaman Baqi pada malam hari.

A. Keilmuannya
Abdullah bin Mas’ud adalah Sohabat yang paling hafal dalam menghafal kitab Allah sampai Rasulullah senang mendengarkan lantunan ayat al-Qur’an dari beliau. Diriwayatkan atas Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata: Rasulullah berkata kepadaku bacakanlah aku surat an-Nisa, dan Ibnu Mas’ud berkata: saya telah berkata aku akan mebacanmu. Kemudian Rasulullah berkata: Sesungguhnya aku senang mendengarkan bacaan dari selanku, Ibnu Mas’ud membaca sampai ayat….. Maka Rasulullah meneteskan air matanya. Dalam hadistnya Rasulullah berkata: Barang siapa yang ingin membaca al-Qur’an sesuai dengan apa yang diturunkan maka bacalah kepada Ibnu Ummi Abdi.
Diriwayatkan oleh Masruq, beliau berkata: Selesailah ilmu Sohabat Rasulullah kepada 6 orang yaitu Umar, Ali, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Abu Darda, Zaid bin Tsabit. Dan selesailah ilmu mereka berenam kepada 2 orang yaitu Ali dan Abdullah.

B. Kedudukan Ibnu Mas’ud dalam menafsirkan al-Qur’an
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Sesungguhnya seorang dari kita apabila mempelajari 10 ayat tidak akan berlanjut hingga mengetahui maknanya dan mengamalkannya. Dikisahkan bahwasannya beliau talaqqi al-Qur’an kepada Rasulullah sebanyak 70 surat[4]
. Rasulullah berkata kepada Ibnu Mas’ud pada permulaan beliau masuk Islam: Sesungguhnya kamu seperti anak yang dididik. Dalam hadist lain Rasulullah berkata: Barang siapa yang ingin membaca al-Qur’an dengan segar sesuai yang dirurunkan maka bacalah kepada Ibnu Ummi Abd[5]. Ibnu Mas’ud merupakan salah satu Sohabat yang paling mengetahui dalam hal al-Qur’an sampai-sampai beliau berkata:Demi Allah tiada Tuhan selainnya, tidak ada satu pun surat dari kitab Allah kecuali aku mengetahui dimana diturunkannya , dan tidak satu pun ayat dari kitab Allah kecuali aku mengetahui buat siapa ayat itu diturunkan, dak kalau seandainya ada seseorang yang lebih pandai dariku tentang kitab Allah maka aku akan datang kepadanya dengan menunggangi unta[6].

Periwayatan Abdullah bin Mas’ud dalam mentafsirkan al-Qur’an
Ibnu Mas’ud adalah orang yang paling banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah Ibnu Abbas adapun kata Imam Suyuti: Ibnu Mas’ud adalah Sohabat yang paling banyak meriwayatkan tentang al-Qur’an setelah Ali[7]
. Diantara toriq/jalan yang terkenal periwayatannya sampai kepada Abdullah bin Mas’ud:
- Toriq ‘Amasy dari Abu Dhuha dari Masyruq dari Ibnu Mas’ud dan jalan ini merupakan toriq yang paling shohih dan selamat. Hal ini banyak diriwayatkan oleh Bukhori.
- Toriq Mujahid dari Abu Muammar dari Ibnu Mas’ud dan ini juga jalan yang shohih.
- Toriq ‘Amasy dari Abu Wail dari Ibnu Mas’ud
- Toriq Assadil Kabir dari Murrah al-Handani dari Ibnu Mas’ud dan toriq ini banyak diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadroknya.
- Toriq Abu Ruq dari Dhohhak dari Ibnu Mas’ud dan hal ini banyak di keluarkan oleh Ibnu Jarir dalam kitabnya. Cara yang terakhir ini tidak dilegalkan, karena Dohhak tidak mengikuti Ibnu Mas’ud dan cara ini merupakan toriq yang terputus.

3. Ubay bin Ka’ab
Beliau adalah Ubay bin Ka’ab Qois al-Anshori al-Khozroji dan beliau akrab dipanggil Abul Mandzur dan Abu Tufail ini merupakan nama samaran pertama yang diberikan Rasulullah adapun nama samaran dari Rasulullah juga yang kedua adalah Umar. Beliau merupakan sekretaris pertama Rasulullah di Madinah dan para ulama bertentangan tentang waktu wafatnya banyak yang mengatakan pada saat Kholifah Umar bin Khotob.

Keilmuannya
Ubay bin Ka’ab merupakan pemimpin para qori pada waktu itu dan yang merupakan salah satu sekretaris Rasulullah penulis al-Qur’an pada masa Rasulullah. Ubay bin Ka’ab merupakan salah satu Sahabat yang dekat dengan Rasulullah Rasulullah berkata: Sebaik-sebaiknya bacaan mereka pada Ubay bin Ka’ab. Dari Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw berkata kepada Ubay bin Ka’ab: Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu ayat


Kemudian Ubay bin Ka’ab bertanya: apakah Allah menyebut namaku kepadamu? Maka Rasulullah menjawab: Ya. Ketika Ubay bin Ka’ab mendengarkan jawaban itu maka Ubay bin Ka’ab menangis. Demikian tadi diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Sahabat Ubay masih banyak lagi sebenarnya kalau kita merujuk kepada kitab-kitab sejarah. Diantara keistimewaan beliau adalah beliau merupakan salah satu hakim dimasa Sahabat sebagaiman perkataan Masruq: Diantara Hakim dikalangan Sahabat Ra ada 6 orang yaitu Umar, Ali, Abdullah, Zaid, Ubay dan Abu Musa.

Kedudukan Ubay dalam Tafsir
Diantara para Sahabat yang paling mengetahui tentang kitab Allah adalah Ubay bin Ka’ab dan beliau orang yang paling berpengalaman pada masalah Yahudi serta mengetahui pula masalah rahasia kitab-kitab terdahulu.

[1]
Syekh Sholeh Usaimin, Ushul Fi Tafsir, Maktabah al-Islamiyyah, Cairo, hal. 33
[2]
H.R Bukhori dan Muslim
[3]
Muqoddimah Ibnu Sholah hal.9
[4]
Syekh Sholeh Utsaimin, Ushul Fittafsir, Hal.34
[5]
H.R Ibnu Majah
[6]
H.R Bukhori dan Muslim
[7]
Imam Suyuti, al-Itqon, Juz 2, Hal. 187

Rabu, 25 November 2009

Legalitas Interpretasi Al-Qur'an

(Kajian I)
Oleh: Wahyudi

Mukadimah
Era globalisasi ideology jahiliyah modern yang bernama Liberalisme Sekuler yang didukung dengan kekuatan militer internasional, ditumbuhkembangkan oleh berbagai media massa internasional baik elektronik maupun cetak yang disutradarai oleh Yahudi dan dimainkan oleh Amerika ingin menghancurkan kemegahan bangunan aqidah umat Islam dan memadamkan cahaya syariahnya.
Akan tetapi dengan kekuasaan Pencipta Jagad Raya,kemurnian Islam masih terjaga melalui hamba-hambaNya yang memiliki keyakinan,kesabaran serta pengorbanan untuk tegaknya Islam di planet bumi ini.
Setelah keputusasaan musuh Islam untuk memalsukan lafadh-lafadh Al-Qur'an, sekarang mereka mencoba merusak Al Qur'an dari segi maknanya, cara ini cukup banyak memakan korban bahkan dari kalangan terpelajar yang menjadikan parameter kemajuan adalah barat,yang lebih parah lagi konsep musuh dalam memaknai Al Qur'an(baca: hermeneutika) dijadikan kurikulum Universitas yang berlebel Islam di Indonesia.
Lalu pertanyaannya,apa jawaban bagi syubhat mereka yang terbaru yang menyatakan bahwa Al-Qur'an yang masih terjaga/absolut/suci itu hanya lafadhnya,sedang maknanya relatif karena dipahami oleh akal manusia yang relatif? Apa kaitan teks Al Qur'an dengan konteksnya?apakah teks Al-Qur'an yang terbatas mampu menyelesaikan problematika realitas yang tidak terbatas?
Makalah ini berusaha mematahkan syubhat-syubhat tersebut.

A.Definisi Tafsir
Secara bahasa bermakna At Tabyiin wal Al Kasyfu (penjelasan atau penyingkapan)
Secara istilah barmakna suatu ilmu yang membahas tentang maksud Allah ta'ala sesuai dengan kemampuan manusiawi.definisi ini mancangkup setiap apa yang dibutuhkan dalam memahami makna dan menjelaskan maksud.
Dalam Al Qur'an lafadh tafsir hanya ada 1 di surat Al Furqan 33 yang bermakna jelas dan rinci.

B.Definisi Ta'wil
Secara bahasa diambil dari 2 asal kata
1.Al Awal yang bermakna Ar Ruju', jadi seakan-akan Al Mu'awwil mengembalikan kalam kepada kemungkinan makna-maknanya
2.Al Iyaalah yang bermakna As Siyasah, jadi seakan-akan Al Mu'awwil mengatur kalam dan menempatkannya di tempatnya.

Secara istilah
1.menurut salaf,ta'wil mempunyai 2 makna:
a.penafsiran kalam dan penjelasan maknanya baik sesuai dengan dhahirnya atau menyelisihinya, dalam definisi ini ta'wil dan tafsir menjadi sinonim
b.maksud kalam itu sendiri ,kalau kalamnya berbentuk tuntutan (thalab) maka ta'wilnya adalah pekerjaan yang dituntut itu dan jika kalamnya berbentuk khabar maka ta'wilnya adalah realitas(kenyataan) sesuatu yang dikhabarkan itu sendiri baik realitas dulu,sekarang atau yang akan datang seperti perkataan "matahari telah terbit" maka ta'wilnya adalah realitas terbitnya matahari itu sendiri. Dalam pandangan Ibn Taimiyah inilah bahasa Al Qur'an yang sebenarnya,dan atas dasar ini maka memungkinkan memaknai semua lafadh "ta'wil" dalam Al Qur'an dengan makna kedua ini.

2.menurut mutaakhirin,Ta'wil bermakna pemalingan sebuah lafadh dari maknanya yang rajih ke maknanya yang marjuh karena ada dalil yang memalingkannya.
Karena itu Al Mutaawwil dituntut dengan 2 hal:
a.menjelaskan adanya kemungkinan lafadh dibawa ke makna yang ia bawa dan ia klaim bahwa itu memang maksud lafadh tersebut
b.dengan dalil yang mengharuskan ta'wil tersebut

Perbedaan antara tafsir dan ta'wil
Banyak pendapat tentang perbedaan antara keduanya,tetapi yang dirajihkan oleh penulis kitab tafsir wal mufassirun dan belum sempat dinilai oleh pemakalah adalah bahw tafsir itu adalah dengan riwayat,sedang ta'wil itu dengan dirayah karena tafsir bermakna penyingkapan maksud Allah maka tidak mungkin kita memastikan bahwa tafsir ini adalah maksud Allah kecuali jika ada riwayat dari Rasul atau sahabat. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Zamakhsyari di Al Itqan.

C.Tafsir di zaman Rasulullah SAW
Penafsiran Al Qur'an di zaman Rasulullah SAW ditangani langsung oleh Allah SWT [Al Qiyamah 16-19] melalui Rasulullah yang telah dilantik sebagai penyampai lafadh wahyu dan makna(tafsir)nya sekaligus sebagaimana dalam firman Allah [An Nahl 44]
Oleh karena itu tidak ada satu realitas pun pada zaman Rasulullah yang menyimpang kecuali diluruskan langsung oleh wahyu dari Allah baik itu kekeliruan yang dilakukan oleh skala individu dari cara berpikir ,merasa,berkata,bertindak dan bersikap seperti kekeliruan Rasulullah yang ditegur dalam surat 'abasa, Al Anfal 67, Al Kahfi 23-24,Ali Imron 128,Al Ahzab 37-39, atau kekeliruan Sahabat ra seperti dalam surat At Taubah, 3 orang sahabat yang tidak ikut serta dalam perang tabuk, atau skala social seperti dalam surat At Taubah ayat 117.
Ketika sahabat keliru atau kesulitan dalam memahami Al Qur'an maka mereka akan langsung bertanya pada Rasul seperti kesulitan mereka dalam memahami makna lafadh dholim di surat Al An'am ayat 82.
Kadang Rasul mengajari sahabat metode tafsir Al Qur'an yaitu tafsir Qur'an bil Qur'an sebagaimana ketika menjelaskan makana lafadh dholim di surat Al An'am 82 diatas.
Tapi secara umum, sahabat memahami Al Qur'an dengan bahasa mereka sendiri yaitu bahasa arab karena Al Qur'an diturunkan dengan bahasa mereka, seperti firman Allah dalam surat Yusuf 2,berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang metode atau masdar yang dijadikan sandaran penafsiran Al Qur'an di zaman Rasul.

Ibnu Abbas berkata dalam muqaddimah Tafsir Thabari :
Tafsir itu mempunyai 4 sisi:
1.Tafsir yang diketahui dengan bahasa arab
2.Tafsir yang harus diketahui oleh semua orang
3.Tafsir yang diketahui oleh ulama' saja
4.Tafsir yang diketahui oleh Allah saja




a.Metode Penafsiran Al Qur'an Dengan Bahasa Arab
-Dalil-dalil Qur'ani bahwa bahasa Al Qur'an adalah bahasa arab
16:103,26:195,41:44,12:2,20:113,39:28,41:3,42:7,43:3,13:37,46:12
Atas dasar dalil-dalil diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa arab mutlak diperlukan dalam menafsirkan Al Qur'an.
Begitu juga ayat-ayat yang berbunyi " تتلى عليهم " mengisyaratkan bahwa ayat-ayat Allah cukup dibacakan saja kepada mereka tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut, oleh karena itu kita melihat pemahaman mereka terhadap ayat-ayat yang dibacakan dari sikap-sikap mereka setelah dibacakan ayat-ayat Allah. Ini sebagai bukti bahwa secara umum ayat Al Qur'an bisa langsung dipahami dengan bahasa arab
Perhatikan pemahaman sahabat dalam hadits dibawah ini
{ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَة " الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانهمْ بِظُلْمٍ " شَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاس فَقَالُوا يَا رَسُول اللَّه أَيّنَا لَمْ يَظْلِم نَفْسه ؟ قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ الَّذِي تَعْنُونَ أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْد الصَّالِح " يَا بُنَيّ لَا تُشْرِك بِاَللَّهِ إِنَّ الشِّرْك لَظُلْم عَظِيم" إِنَّمَا هُوَ الشِّرْك}
رواه البخاري و مسلم
sebelum dijelaskan oleh Rasul,sahabat langsung memahami kata dhalim dengan makna umumnya dalam bahasa arab kemudian rasul menjelaskan kekhususan makna lafadh dhalim dalam ayat itu dan sekaligus mendemonstrasikan sebuah metode tafsir yaitu tafsir Al Qur'an bil Qur'an yang akan dijelaskan lebih lanjut setelah ini.
Dr.Musa'id bin Sulaiman dalam kitabnya Syarh Ushul at Tafsir ibn Taimiyah hal 43 berkata tentang hadits ini,"..dan (Rasul) menjelaskan kepada mereka bahwa makna ayat tersebut bukan makna umum secara bahasa,dan beliau tidak melarang mereka untuk menggunakan metode penafsiran al Qur'an secara bahasa…".
Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan dari Adi bin Hatim ketika memahami makna ayat 182 dari surat Al Baqarah, ia mengambil tali/benang putih dan hitam dan mencobanya di malam hari tapi tetap tidak jelas perbedaannya,kemudian di pagi harinya ia menceritakan eksperimennya kepada Rasul kemudian Rasul menjelaskan bahwa itu adalah hitamnya malam dan putihnya siang.
Kasus-kasus diatas membuktikan bahwa metode umum penafsiran AlQur'an yang dipakai sahabat di zaman Rasul adalah dengan bahasa arab, sedang problem sahabat diatas bukan kesalahan metode tapi penerapan metode tersebut terhadap seluruh ayat karena memang metode tersebut tidak dapat diterapkan ke semua ayat Al Qur'an.

b.Metode Tafsir Alqur'an Dengan Qur'an dan Sunnah
Dalilnya riwayat tentang lafadh dholim diatas
Contoh bentuk-bentuk penafsiran Al Qur'an dengan Al Qur'an:
1.Bayan Al Mujmal, contoh : Al Maidah ayat 1[mujmal] dengan ayat 3[bayan]
2. Taqyid Al Mutlaq
3.Takhsis Al 'Am

As-Sunnah
As Sunnah adalah Bayan Al Qur'an, Allah berfirman dalam surat An Nahl 44:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Atas dasar ayat ini maka Rasulullah SAW menjadi penafsir resmi dari Allah, realitas(sunnah)nya menjadi realitas universal absolut makna lafadh-lafadh Al Qur'an sebagaimana kata 'Aisyah ra ketika ditanya apa akhlaq Rasul,ia berkata akhlaqnya adalah Al Qur'an (hadits riwayat ahmad,di shahihkan oleh Syaikh Syu'aib Ar Na'uth).Mungkin akan nada yang bertanya,"bukankah ada ikhtilaf di kalangan para ulama' tentang 'apakah Rasul menafsirkan semua ayat al Qur'an?',bukankah sedikit hadits-hadits yang shahih tentang penafsiran Rasul terhadap al Qur'an?"
Jawabannya:

Ada 3 pendapat dalam hal ini:
1.Rasulullah menjelaskan semua makna ayat Al Qur'an sebagaimana beliau menyampaikan semua lafadh-lafadhnya, diantara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Taimiyah.
2.Rasulullah tidak menjelaskan makna-makna ayat Al Qur'an kecuali sedikit, diantara mereka adalah Suyuti.
3.Rasulullah menjelaskan banyak makna-makna Al Qur'an tapi tidak semua.ini adalah tarjih Dr.M.Husein adz Dzahabi

Dalil-dalil 3 pendapat diatas:
Perdapat pertama
1.An Nahl 44
2.Hadits
-قال أبو عبد الرحمن السلمي حدثنا الذين كانوا يقرئوننا القرآن - كعثمان بن عفان وعبد الله بن مسعود وغيرهما - أنهم كانوا إذا تعلموا من النبي صلى الله عليه وسلم عشر آيات لم يجاوزوها حتى يتعلموا ما فيها من العلم والعمل، قالوا: فتعلمنا القرآن و العلم جميعاً.
أخرجه الطبري في تفسيره، وقال المحقق في تعليقه على هذا الأثر: "هذا إسناد صحيح متصل". انظر: تفسير الطبري، تحقيق وتعليق محمود شاكر، وأحمد شاكر. وأخرجه الطبري عن طريق الحسين بن واقد، حدثنا الأعمش عن شقيق عن ابن مسعود قال: كان الرجل منا إذا تعلم عشر آيات لم يجاوزهن حتى يعرف معانيهن والعمل بهن.
قال المحقق: "هذا إسناد صحيح". وهو موقوف على ابن مسعود، ولكنه مرفوع معنى؛ لأن ابن مسعود إنما تعلم القرآن من رسول الله صلى الله عليه وسلم.
فهو يحكي ما كان في ذلك العهد النبوي المنير (المصدر السابق) وقال شعيب الأرناؤوط: "رجاله ثقات". انظر تعليقه على سير أعلام النبلاء

-«والذي لا إله غيره؛ ما نزلت آية من كتاب الله إلا وأنا أعلم فيمن نزلت وأين نزلت، ولو أعلم أحدًا أعلم مني بكتاب الله تناله المطايا لأتيتُه»؟!
(ابن مسعود) (رواه ابن جرير؟)
-فقد أخرج أبو نعيم في الحلية عن علي رضي الله عنه أنه قال والله ما نزلت آية إلا وقد علمت فيم نزلت و أين نزلت وإن ربي وهب لي قلبا عقولا و لسانا سئولا. و روى أبو الطفيل قال : شهدت عليا يخطب وهو يقول : سلوني فوالله لا تسئلوني عن شيء إلا أخبرتكم وسلوني عن كتاب الله فوالله ما من آية إلا وأنا أعلم أبليل نزلت أم بنهار أم في سهل أم في جبل .
-قال مجاهد :(عرضت المصحف على ابن عباس رضي الله عنهما من فاتحته إلى خاتمته ، أقف عند كل آية وأسأله عنها) .( رواه الطبري في مقدمة تفسيره 1/90، ط. دار المعارف)
قال: عرضت المصحف على ابن عباس ثلاث عرضات، من فاتحته إلى خاتمته أوقفه عند كل آية منه وأسأله عنها
: "عرضت المصحف على عبدالله بن عباس رضي الله عنهما من فاتحته إلى خاتمته، فما تجاوزت آية إلا وقفت عندها أسأله عن تفسيرها"
قال مجاهد : عرضت المصحف على ابن عباس من أوله إلى آخره، أقفه عند كل آية، وأسأله عنها. وقد تواترت النقول عن ابن عباس رضي الله عنهما أنه تكلم في جميع معاني القرآن، ولم يقل عن آية إنها من المتشابه الذي لا يعلم أحد تأويله إلا الله. وقد صحح الإمام النووي هذا القول، مستدلاً على صحته، بأنه يبعد أن يخاطب سبحانه عباده بما لا سبيل لأحد من الخلق إلى معرفته .
قَالَ مُجَاهِدٌ : عَرَضْتُ الْمُصْحَفَ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ ، مِنْ أَوَّلِهِ إِلَى آخِرِهِ ، أَقِفُهُ عِنْدَ كُلِّ آيَةٍ وَأَسْأَلُهُ عَنْهَا . وَقَدْ تَوَاتَرَتِ النُّقُولُ عَنْهُ أَنَّهُ تَكَلَّمَ فِي جَمِيعِ مَعَانِي الْقُرْآنِ ، وَلَمْ يَقُلْ عَنْ آيَةٍ : إِنَّهَا مِنَ الْمُتَشَابِهِ الَّذِي لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ( شرح العقيدة الطحاوية ) لابن أبي العز الحنفي رحمه الله,لابن جبرين , للحوالي
وقال الشعبي : ما ابتدع أحد بدعة إلا وفي كتاب الله بيانها.
وقال مسروق : ما سئل أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم عن شيء إلا وعلمه في القرآن، ولكن علمنا قصر عنه.
كما قال محمد بن إسحاق : حدثنا إبان بن صالح عن مجاهد قال : عرضت المصحف على ابن عباس ثلاث عرضات من فاتحته إلى خاتمتة ، أوقفه عند كل آية منه ، وأسأله عنها ، وبه قال الترمذى ، قال : حدثنا الحسين بن مهدى البصرى ، حدثنا عبد الرزاق عن معمر ، عن قتادة .قال : ما في القرآن آية إلا وقد سمعت فيها شيئاً ، وبه إليه قال : حدثنا ابن أبى عمر ، حدثنا سفيان بن عيينة ، عن الأعمش ، قال : قال مجاهد : لو كنت قرأت قراءة ابن مسعود لم احتج أن أسأل ابن عباس عن كثير من القرآن مما سألت . وقال ابن جرير : حدثنا أبو كريب قال : حدثنا طلق بن غنام ، عن عثمان المكى ، عن ابن أبى مليكة،قال: رأيت مجاهداً سأل ابن عباس عن تفسير القرآن ومعه ألواحه ، قال : فيقول له ابن عباس : اِكتب ، حتى سأله عن التفسير كله ، ولهذا كان سفيان الثورى يقول : إذا جاءك التفسير عن مجاهد فحسبك به .(مع الشيعة الاثنى العشر في الأصول و الفروع)

قال الثوري إذا جاءك التفسير عن مجاهد فحسبك به
وعلى تفسيره يعتمد البخاري و الشافعي
قال الحسن البصري ما أنزل الله آية إلا وهو يحب أن يعلم ما أراد بها

3.Ibn taimiyah dalam Al Fatawa berkata,"Allah berfirman فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ dan yang akan diperselisihkan pertama kali adalah makna Al Qur'an,seandainya Rasul tidak mengetahui maknanya maka tidak akan selesai perselisihan tersebut dengan merujuk kepada Rasul " sehingga tujuan ayat tidak tercapai ,adapun tentang Sunnah Khulafaurrasyidin itu bukan berarti mereka paham sendiri makna Al Qur'an tanpa Bayan Rasul bahkan itu berarti Rasul telah menjelaskan semuanya tapi untuk mengetahui kejelasan semua makna Al Qur'an, Rasul merekomendasikan juga melewati Sahabat ra.
Karena tujuan semua Rasul adalah menyelesaikan perselisihan pendapat yang paling berpotensi memecah persatuan manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 213

Pendapat kedua
1.Riwayat Aisyah ra bahwa Rasulullah tidak menafsirkan dari Al Qur'an kecuali beberapa ayat yang diajarkan oleh Jibril.(hadits munkar gharib karena di dalam sanadnya ada Muhammad bin Ja'far az Zubairi,Bukhari berkata,"La yutaba' fi hadisihi")
2.Allah tidak memerintahkan Rasul untuk menjelaskan semua makna Al Qur'an karena Allah juga memerintahkan hamba-hamba Nya untuk memikirkan makna Al Qur'an
3.Seandainya Rasul menjelaskan semua makna Al Qur'an maka beliau tidak akan mengkhususkan do'a ( علمه التأويل)untuk ibnu abbas karena ta'wil seharusnya sudah diketahui oleh semua sahabat .

Pendapat ketiga (tarjih penulis tafsir wal mufassirun)
1.Tidak menafsirkan semua ayat karena perkataan Ibnu Abbas tentang 4 macam tafsir.
2.Adanya ikhtilaf dikalangan sahabat tentang makna beberapa ayat
3.Banyak ditemukan riwayat-riwayat sahih tafsir-tafsir Rasul di berbagai kitab hadits
Jadi Rasul menafsirkan banyak tapi tidak semua

Pendapat pemakalah
1.Aisyah ra berkata ketika ditanya tentang akhlaq Rasul,
كان خلقه القرآن (رواه مسلم ,مسافرون باب جمع صلاة الليل 139)
Dalil pendapat pertama dan hadits ini membuktikan bahwa Rasul menjelaskan semua makna Al Qur'an.
Pendapat –pendapat diatas cenderung memandang As Sunnah hanya Qouliyah saja dan secara sharih disebutkan bahwa beliau memaknai ayat tertentu. Padahal
As Sunnah mencangkup qouliyah,fi'liyah,taqririyah serta semua gerak dan diamnya Rasulullah SAW adalah As Sunnah yang menjelaskan semua makna Al Qur'an.
Adapun tentang qoul Ibnu Abbas tentang 4 macam tafsir,yaitu ada tafsir yang langsung bisa dipahami orang arab dan tafsir jenis ini dikatakan tidak membutuhkan penjelasan Rasul maka saya katakan ketika para sahabat atau Kuffar arab pada masa itu langsung bisa memahami beberapa ayat kemudian Rasul diam dengan penafsiran mereka dengan bahasa mereka maka itu termasuk As Sunnah Taqririyah yang juga menjelaskan makna Al Qur'an karena seandainya makna yang mereka pahami dari Al Qur'an dengan bahasa mereka salah maka Rasul akan meluruskan makna yang salah tersebut sehingga ketika sebuah realitas sahabat di luar pengetahuan Rasul sedang mereka belum mengetahui hukum syar'inya maka mereka akan menceritakan realitas tersebut kepada beliau.
Adapun tafsir yang makna/maksud Allah tentang ayat-ayat mutasyabihat yang ta'wilnya hanya diketahui oleh Allah,maka jawabannya adalah makna ayat 7 dari surat Ali Imron telah dijelaskan Rasul dalam hadisnya
«إذا رأيتم الذين يجادلون فيه فهم الذين عنى الله عز وجل فاحذروهم»(انظر:عمدة التفسير)

Kejelasan makna ayat dan hadits diatas menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai Mubayyin Al Qur'an telah merealisasikan tugasnya dengan sangat sempurna sebagaimana dalam riwayat Aisyah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dalam Syarah Muqaddimah Fi Ushul Tafsir menegaskan bahwa orang yang berpendapat bahwa Rasul tidak menjelaskan semua makna Al Qur'an berarti telah menuduh Rasul dengan 2 kemungkinan,pertama beliau tidak mengetahui makna semua ayat atau dengan kata lain bodoh,kedua beliau menyembunyikan beberapa makna ayat atau dengan kata lain khianat karena tidak menyampaikan amanah yang diberikan Allah yaitu menjelaskan lafadh Al Qur'an dan maknanya sekaligus.
Ini semua membuktikan keabsolutan makna Al Qur'an dan sekaligus membantah syubhat kuffar yang menyatakan bahwa Al Qur'an yang absolut hanya lafadhnya saja sedang maknanya relatif karena dipahami oleh akal manusia yang relatif .
Oleh karena itu penulis kembali tegaskan dengan hadits,
قال النبي صلى الله عليه وسلم : « تركتكم على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها بعدي إلا هالك » .
( صحيح ) رواه أحمد ( 4 / 126 ) ، وابن ماجه ( 43 ) ، والحاكم ( 1 / 96 ) ، وابن أبي عاصم ( 48 ، 49 ) وقد صححه الألباني .

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

Jadi,telah sempurnalah Risalah Ilahiyah secara lafadh/teks dan maknanya sekaligus kepada Insaniyah di tangan Rasulullah SAW tidak kurang dan tidak lebih.
As Sunnah Nabi dan Khulafa arRasyidin mengabsolutkan makna Al Qur'an
Lalu jika ada yang membantah," fakta sejarah memang pasti absolute tapi pemahaman manusia tentang sejarah itu relative"dan Sunnah Nabi & Khulafa' Ar Rasyidin itu termasuk sejarah.
Jawabannya adalah Al Baqarah 137.

Teks-konteks [Saba' 28,Al A'raf 158]
Setelah kita sampai pada kesimpulan diatas maka ada 1 duri syubhat lagi yang dengan mudah akan patah ketika diinjak dengan sepatu besi keimanan dan akan menusuk kaki orang yang tidak memakai sepatu tersebut. Syubhat itu akan berkata," kalau begitu kesimpulan(makna absolute teks al Qur'an adalah konteksnya) diatas menguatkan pendapat bahwa teks Al Qur'an terkait dengan konteksnya sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa diberlakukan secara universal contohnya ayat-ayat hudud.."
Syubhat ini telah dijawab oleh Ibnu Taimiyah dalam Muqaddimah Fi Ushul At Tafsir, beliau berkata," …misalnya ayat Al kalalah turun untuk kasus Jabir Bin Abdullah , asbabun nuzul dengan kalimat seperti itu tidak bertujuan untuk menyatakan bahwa hukum ayat ini khusus untuk orang-orang tadi (yang disebutkan dalam asbab
an nuzul) dan tidak berlaku kepada yang lainnya,karena pernyataan ini secara mutlak tidak akan pernah dikatakan oleh seorang muslim atau orang yang berakal ,meskipun ada ikhtilaf dalam persoalan tentang 'lafadh umum yang mempunyai sebab khusus' apakah makna umumnya dikhususkan dengan sebab khususnya?maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengatakan bahwa keumuman Kitab dan
sunnah dikhususkan untuk orang-orang tertentu,maksimal mereka mengatakan,'lafadh umum itu memang dikhususkan dengan sebabnya namun hukumnya berlaku umum mencangkup apa yang mirip dengan sebab tersebut tetapi bukan umum seperti keumuman makna lafadh.."
jawaban Ibnu Taimiyah ini juga memyelesaikan problematika qoul ulama'
النصوص متناهية والوقائع غير متنلهية

Bentuk-bentuk Bayan Sunnah terhadap Al Qur'an
1.Bayan al Mujmal(tatacara & waktu-waktu shalat,kadar zakat,haji,dll) ,Taudhih Al Musykil(Al Baqarah 187),Takhsis Al 'Am(Al An'am 82),Taqyid Al Mutlaq(Al Maidah 38)Bil Yamin
2.Bayan makna lafadh atau sesuatu yang terkait dengannya (Al Fatiha 7)
3.Penambahan hukum seperti haramnya binatang buas yang bertaring
4.Bayan An Nasakh
5.Bayan At Ta'kid

D.Generasi Qur'ani
كان خلقه القرآن (رواه مسلم)
عبد الله بن عمر: (لقد عشنا برهة من دهرنا وإن أحدنا ليؤتى الإيمان قبل القرآن وتنزل السورة على محمد ? فنتعلم حلالها وحرامها وما ينبغي أن يوقف عنده منها كما تتعلمون أنتم القرآن اليوم ولقد رأينا اليوم رجالا يؤتى أحدهم القرآن قبل الإيمان فيقرأ ما بين فاتحته إلى خاتمته ما يدري ما آمره ولا زاجره ولا ما ينبغي أن يوقف عنده منه)(المستدرك للحاكم ,سنن البيهقي)
قال أبو عبد الرحمن السلمي حدثنا الذين كانوا يقرئوننا القرآن - كعثمان بن عفان وعبد الله بن مسعود وغيرهما - أنهم كانوا إذا تعلموا من النبي صلى الله عليه وسلم عشر آيات لم يجاوزوها حتى يتعلموا ما فيها من العلم والعمل، قالوا: فتعلمنا القرآن و العلم جميعاً.

Generasi Sahabat adalah generasi yang sangat istimewa dalam sejarah Islam bahkan dalam sejarah kemanusiaan secara umum karena belum pernah disaksikan dalam sejarah pribadi-pribadi yang begitu luar biasa berkumpul dalam satu tempat .
Sayyid Qutb dalam bukunya Ma'alim fi At Thariq yang mengantarkannya ke tiang gantungan menganalisa apa penyebab generasi tersebut tidak terlihat lagi di generasi-generasi Islam selanjutnya padahal Al Qur'an dan Sunnah yang membentuk generasi sahabat masih orisinil sampai sekarang,hanya Rasulullah saja yang sudah tiada,tetapi jika ketiadaan Rasulullah menjadi penyebab tidak terulangnya generasi sahabat maka Allah tidak mungkin menjadikan Islam sebagai dakwah internasional hingga akhir zaman,jadi ketiadaan Rasul bukan menjadi penyebabnya, kemudian Sayyid Qutb menemukan ada 3 sebab yang membedakan generasi sahabat dengan generasi-generasi Islam setelahnya,yaitu:
1.sumber konsep hidup mereka hanya Al Qur'an dan As Sunnah sebagai penjelasnya
Ibn Taimiyah menemukan ada 2 penyebab utama pnyimpangan tafsir dengan istidlal karena ilmu itu hanya diketahui dengan 2 hal yaitu dengan naql atau dengan istidlal, adapun tafsir dengan istidlal ada 2 penyimpangan yang membedakan tafsir generasi sahabat dengan yang lain,yaitu:
a.penafsir meyakini makna-makna tertentu sebelum menafsirkan Al Qur'an kemudian membawa lafadh-lafadh Al Qur'an kepada makna-makna tersebut.
b.penafsir yang menafsirkan lafadh-lafadh Al Qur'an hanya dengan bahasa arab tanpa memperhatikan mutakallim,mukhathab dan situasi-kondisi ketika pembicaraan berlangsung.
2.manhaj interaksi mereka dengan Al Qur'an di Universitas An Nubuwah adalah manhaj menerima untuk dilaksanakan .
3.ketika seorang dari mereka masuk Islam maka ia melepaskan kepribadian jahiliyahnya yang dulu secara totalitas.


Daftar Pustaka
1.Al Qur'an.
2.Tafsir Wal Mufassirun,Dr.M.Hussein Adz Dzahabi,Darul Hadits.
3.Syarah Muqaddimah Fi Ushul At Tafsir,Muhammad bin Shalih Al Utsaimin,Darul Aqidah.
4.Syarah Muqaddimah Fi Ushul At Tafsir,Dr.Musa'id bin Sulaiman, Dar Ibn Al Jauzi.
5.Al Itqan fi Ulum Al Qur'an,Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman As Suyuti,tahqiq Ahmad bin Ali,Darul Hadits.
6.Umdah At Tafsir,Ahmad Syakir,Darul Wafa'.
7.Ma'alim Fi At Thariq,Sayyid Qutb,website:
http://www.tawhed.ws/.
8.Maktabah Syamilah

Jumat, 20 November 2009

Sekilas Tentang AKTIF


Dunia tafsir adalah dunia di mana kita berkutat dengan teks-teks suci dan maknanya. Hal ini bukanlah hal yang mudah, karena setiap derap langkah kita yang berhubungan dengan kitab suci, maka akan dipertanggungjawbakn di akhirat kelak. Oleh karena itu, sebagai bentuk "Pendalaman Misi Suci" kita di jurusan tafsir, Universitas Al-Azhar, maka kita membentuk sebuah wadah yang diberi nama AKTIF: Akademi Kajian Tafsir Intensif Hal ini sebagai bentuk proses militansi dalam bidang tafsir, walaupun dengan permulaan yang sederhana, menyangkut metode, sarana, dan tema-tema yang ringan. Kita berharap kajian ini akan menjadi "kajian yang dewasa" dikemudian hari. Amin. Inilah Sebagian Photo-Photo Anggota Kajian


Sejarah Aktif

Sore itu, kami berkumpul di rumah Hendar Ali Irawan, Gami', Nasr City, Cairo. Hal tersebut atas inisiatif Hendar Ali Irawan juga. Yang hadir waktu itu. Hendar Ali Irawan, Jaka Perkasa, Irja Nasrulloh, Wahyudi, M.Kholil, Rosyid Muslim (jurusan dakwah). Kami sepakat untuk mengadakan forum kajian tafsir. Saat itu, tak terbesit di benak kami, apa kelak nama untuk forum tersebut. Selanjutnya, kami mencoba merancang sistem kajian tersebut. Akhirnya terpilihlah, kitab Tafsir wal Mufassirun, sebagai kitab perdana yang menjadi panduan dalam kajian nantinya. Ia merupakan kitab asasi yang tidak menutup kemungkinan bahwa nantinya menggunakan kitab-kitab sekunder lainnya dalam kajian tersebut. Seiring waktu, akhirnya kami menemukan nama kajian tersebut dengan nama AKTIF (Akademi kajian Tafsir Intensif). "Kajian Intensif" ini sedikit terilhami M. Kholil saat menuliskan "Kajian Intensif Ekslusif" di pojok makalah atasnya, waktu itu, Rabu, 19 November 2009. Akhirnya di suatu hari Irja Nasrulloh mengusulkan dengan nama AKTIF (Akademi Tafsir Intensif=tanpa kata kajian). Singkatan AKTIF tersebut didapatkannya dengan alasan, bahwa sebuah nama harus mengandung makna yang baik sekaligus menjadi spirit. Dengan nama AKTIF, diharapkan nantinya para anggota benar-benar AKTIF dalam kajian tafsir tersebut, sekaligus AKTIF pada hal-hal lain. Akhirnya, dihari berikutnya, saat Hendar Ali Irawan membuat makalah, maka dituliskanlah di pojok atas dengan tambahan kata "kajian", yang menjadi AKTIF (Akademi Kajian Tafsir Intensif). Nama itulah yang akhirnya abadi hingga kini.

Akhirnya Irja Nasrulloh membuat logo untuk AKTIF.Irja juga mencoba mempublikasikan tulisan serta info-info dari AKTIF melalui Web-Blog yang sedang Anda buka ini. AKTIF akhirnya menjadi forum kajian sekaligus pembelajaran muqarar (kitab kurikulum Universitas Al-Azhar), ketika mendekati ujian universitas Al-Azhar, bagi para mahasiswa yang berada di Jurusan Tafsir.Saat ini ada sekitar 12 anggota yang bergabung bersama AKTIF.