irja

Sabtu, 28 November 2009

Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil Ma'tsur
Oleh: Jaka Perkasa


Definisi Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil Ma'tsur adalah tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an yang menjelaskan ayat satu kepada ayat yang lainnya. Al-Qur'an dengan Sunnah Rasulullah SAW dan Al-Qur'an dengan perkataan Sahabat dan Tabi'in.

Perkembangan Tafsir bil Ma'tsur

Tafsir bil ma'tsur berkembang dalam dua periode. Periode Periwayatan dan periode Kodifikasi. Pada periode periwayatan Rasulullah SAW langsung menjelaskan kepada para Sahabatnya tentang segala permasalahan yang mereka temukan dalam makna ayat-ayat AL-Qur'an. Tafsir pada periode ini para Sahabat masih memakai cara periwayatan di antara mereka dan masa setelah mereka dari kalangan Tabi'in.

Kemudian pada periode Kodifikasi. Tafsir yang pertama kali mengalami kodifikasi adalah Tafsir bil Ma'tsur dan mengalami perkembangan. Para Ulama Hadits adalah orang-orang yang pertama intens dalam hal ini.

Tafsir pada periode ini tidak sistematis dan tidak dikodifikasi khusus. Tetapi, ditulis bersamaan dengan berbagai macam Hadits yang dikumpulkan dari riwayat para Sahabat dan Tabi'in. Kemudian setelah itu barulah Tafsir terpisah dari Hadits dan dikodifikasi khusus yang terdapat pertama kali pada riwayat 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu 'Abbas. Terdapat Juz atau bagian-bagian yang dikodifikasi khusus. Misalnya; Al Juz-ul Mansûb li Abi Rauq dan tiga Juz yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Tsaur dari Ibnu Juraij .

Kelemahan pada riwayat Tafsir bil Ma'tsur dan penyebabnya

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Tafsir bil Ma'tsur itu adalah mencakup tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan Sunnah dan Al-Qur'an dengan riwayat para Sahabat atau Tabi'in. Sedangkan Tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an dan Al-Qur'an dengan Hadits shahih tentu tidak ada pertentangan dalam kebenaran dan keabsahannya karena tidak ada keraguan didalamnya. Sedangkan yang disandarkan ke Rasulullah SAW. dan ternyata itu lemah pada sanad atau matannya. Maka tentu itu tertolak dan tidak bisa diterima. selama penisbahannya kepada Rasulullah SAW. tidak benar.

Penafsiran Al-Qur'an dengan riwayat dari Sahabat atau Tabi'in kemungkinan akan ada sisi lemahnya. Karena tidak ada ke-tsiqhah-an pada riwayatnya. Sedangkan sebab-sebab lemahnya riwayat Tafsir bil Ma'tsur ada tiga:
1. Banyaknya produk dalam penafsiran.
2. Kontaminasi Israiliat dalam Tafsir.
3. Terhapusnya Sanad.

Saya akan menjelaskan satu persatu dari tiga sebab Tafsir bil Ma'tsur menjadi lemah dan bagaimana menyikapinya.

1.Produk atau pembuatan dalam tafsir

Perkembangan dalam pembuatan tafsir sama halnya dengan yang terjadi dengan Hadits. Karena keduanya satu komposisi dan tidak bisa terpisahkan. Sebagaimana
dalam Hadits terdapat Shahih, Hasan dan Dha'if. dalam riwayat ada yang Tsiqah dan Syak begitu juga dengan Tafsir, akan kita dapatkan hal yang sama.

Banyak yang melatarbelakangi pembuatan dalam tafsir, di antaranya; Fanatik terhadap golongan. sebagai contoh terdapat golongan yang saling fanatik terhadap golongannya. Sebut saja Syi'ah yang mengagung-agungkan 'Ali bin Abi Thalib ra. Sedangkan dari pihak rival ada Khawarij yang menjahui Syi'ah dan mendeklarasikan diri sebagai musuh bagi Syi'ah. Sedangkan ditengah-tengah antara kedua kubu Syi'ah dan Khawarij adalah mayoritas kaum muslimin yang tidak mengatasnamakan salah satu dari kedua belah pihak. Setiap golongan dari golongan-golongan ini tentunya berusaha dengan segenap kemampuan untuk memenangakan golongan yang mereka anggap benar dengan memakai ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang kemudian dinisbahkannya kepada Rasulullah SAW. Maka beranjak dari sini, banyak dari kalangan ulama dari setiap golongan memakai bahkan membuat Hadits ataupun dalam menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur'an dalam rangka kepentingan golongan dan kelompok.

Namun disisi lain, jika kita lihat pada sisi subjektifitas dari tafsir ini dengan tidak melihat dari sisi sanadnya, maka akan kita temukan nilai ilmiah dari Tafsir ini. Karena tidak semua dan tidak selamanya yang ditafsirkan itu jauh menyimpang dari ayat yang dimaksud. Tetapi kadang memang itu hasil dari ijtihadnya. Contoh, ada yang membuat sesuatu dalam Tafsir Al-Quran dan dinisbahkannya kepada 'Ali Bin Abi Thalib atau kepada Ibnu 'Abbas dan bukan sekadar perkataan tanpa landasan. Namun itu adalah pendapat dan ijtihadnya dari penafsiran Ayat tersebut yang dihasilkan dari pemikirannya pribadi. Ia ingin hasil pemikirannya diterima. maka dinisbahkannya kepada sebagian para sahabat. Biasanya Tafsir yang dinisbahkan kepada 'Ali atau Ibnu Abbas ini tidak menghilangkan nilai ilmiahnya. Tetapi satu hal yang tidak ada nilai sama sekali dari tafsir ini. Yaitu penisbahan kepada 'Ali bin Abi Thalib atau Ibnu 'Abbas. Maka bisa dikatakan bahwa Tafsir seperti ini bukan hanya sekedar imajinasi atau fantasi. Tetapi, ada landasan tersendiri dan mempunyai nilai pada sisi subjektifitas walaupun tidak dari sisi sanadnya .

2. Israiliat

Secara zhahir lafazd Israiliat menunjukkan corak kaum Yahudi dan kebudayaan mereka yang mempunyai pengaruh didalam tafsir. Namun, yang dimaksud disini lebih umum. Yaitu corak dari kaum Yahudi dan juga Nasrani dalam Tafsir Al-Qur'an serta pengaruh kebudayaan mereka terhadap tafsir. Penamaan lafazd Israiliat karena Yahudi mempunyai peran mayoritas dalam kontaminasi terhadap tafsir Al-Qur'an dibandingkan Nasrani. Banyak yang menukil dari Yahudi karena keturunan mereka yang banyak dan begitu dekatnya mereka dalam bersosialisasi kepada kaum Muslimin dari awal mula munculnya Islam sampai agama yang hanif ini tersebar diseluruh penjuru dunia dan umat manusia masuk Islam secara berbondong-bondong.

Yahudi dan Nasrani mempunyai kebudayaan agama yang mempunyai peran dan pengaruh besar terhadap tafsir Al-Qur'an. Kebudayaan Yahudi bersandarkan kepada kitab Taurat sebagaimana yang disinyalir Al-Qur'an Surah Al-Maidah Ayat: 44 yang artinya: " Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya".

Bahkan kebanyakan lafazd yang dipakai oleh kaum Muslimin dan Yahudi sendiri adalah " Taurat". Mereka menyebutnya juga sebagai kitab-kitab suci bagi Yahudi yang lain, termasuk didalamnya Zabur dan sebagainya. Didalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa segala sesuatu yang berasal dari kitab-kitab Musa dan yang lainnya dinamakan Taurat. Kaum Yahudi didalam Taurat mempunyai ajaran, nasehat dan penjelasan yang tidak dinukil dari Nabi Musa as melalui tulisan. Tetapi, mereka pelajari dan nukil melalui lisan. Kemudian setelah berkembangnya zaman dan bertambahnya keturunan, maka dikodifikasi dan dikenal dengan "Talmud". Didalamnya banyak terdapat sastra Yahudi, hikayat, sejarah, hukum dan legenda. Sedangkan Nasrani mayoritas kebudayaannya lebih bersandarkan kepada Injil. Al-Qur'an menyebut Injil sebagai salah satu Kitab langit yang diturunkan kepada para Rasul-Nya. Surah: Al-Hadid: 27: yang artinya: "Kemudian Kami iringkan dibelakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil".

Maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa Taurat adalah sumber kebudayaan dan agama Yahudi sebagaimana Injil sebagai sumber kebudayaan dan agama Nasrani. Jika kita menelisik lebih dalam antara Taurat dan Injil akan kita dapatkan banyak hal-hal yang juga ada didalam Al-Qur'an. Khususnya persamaan pada kisah umat dan nabi-nabi terdahulu. Yang membedakan hanya pada penjelasan kisah tersebut. Al-Qur'an ketika menceritakan sebuah kisah akan berbeda dengan yang dikisahkan oleh Taurat dan Injil pada metode penyampaiannya. Karena Al-Qur'an menceritakannya sebatas kejadian-kejadian yang mengandung pelajaran dan faedah. Tidak menjelaskan secara detail dan terperinci, tidak menyebutkan tanggal, hari dan tahun, tidak juga menyebutkan nama daerah dan nama-nama yang menjadi aktor dalam kisah tersebut. Al-Qur'an lebih menitik fokuskan kepada tema-tema yang subtansial dan yang mempunyai faedah dan pelajarannya.

Sebagai contoh kisah Nabi Adam as yang dikisahkan didalam Al-Qur'an terdapat juga kisahnya didalam Taurat. didalam Al-Qur'an kisah Adam a.s diceritakan lebih panjang didalam surah Al-Baqarah dan surah Al-'Araf dibandingkan dengan surah-surah yang lain. Pada kedua surah ini Al-Qur'an menceritakan kisah nabi Adam dengan tidak menjelaskan jenis pohon yang dilarang Allah untuk memakan buahnya, tidak juga menjelaskan jenis hewan jelmaan dari Iblis yang masuk kedalam syurga untuk menggoda Adam dan istrinya, tidak menyebutkan tempat atau daerah yang mana Adam dan istrinya diturunkan setelah keluar dari syurga. Serta hal-hal lain yang berkenaan dengan kisah ini yang tidak dijelaskan secara terperinci oleh Al-Qur'an. Namun, ketika kisah Adam dan istrinya kita lihat didalam Taurat akan kita dapatkan lebih banyak dan detail dalam menceritakan kisah ini. Taurat menjelaskan pohon yang dilarang itu terletak ditengah-tengah syurga, pohon kehidupan yang mengetahui kebaikan dan kejelekan, jenis hewan jelmaan dari Iblis adalah seekor ular yang berdialog dengan Hawa istri Adam a.s. serta penjelasan-penjelasan yang lebih panjang dan detail berkenaan dengan kisah ini akan kita dapatkan didalam Taurat.




Awal Mula Kontaminasi Israiliat dalam Tafsir dan Perkembangannya

Pertama kali masuknya Israiliat adalah pada masa Sahabat. Karena banyak titik temu dan persamaan antara Al-Qur'an, Taurat dan Injil dalam beberapa permasalahan sebagaimana yang diatas, khususnya pada kisah umat dan nabi-nabi terdahulu. Hanya yang membedakan Al-Qur'an lebih singkat, sedangkan Taurat dan Injil lebih panjang dan detail dalam menceritakan kisah-kisah umat terdahulu. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu referensi para sahabat dalam tafsir adalah Ahli Kitab. Para sahabat ketika membaca kisah-kisah terdahulu yang terdapat dalam Al-Qur'an akan menanyakan hal-hal yang mereka tidak tahu serta mencari dan menanyakan kepada orang yang tahu tentang hal itu. Maka tentu yang lebih tahu dalam hal ini adalah Ahli Kitab yang telah masuk Islam. Tentunya para Sahabat tidak akan menanyakan segala hal kepada Ahli Kitab dan juga tidak akan menerima semuanya. Tetapi, para Sahabat hanya menanyakan penjelasan yang terdapat dalam kisah yang diceritakan Al-Qur'an secara global. Para Sahabat tidak akan menanyakan kepada Ahli Kitab tentang sesuatu yang bekenaan dengan akidah atau hukum.

Para Sahabat tidak akan keluar dari ajaran Rasulullah SAW dalam hal kebolehan mengambil sumber dari Ahli Kitab, sebagaimana sabda Nabi SAW:

حدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج

Artinya: "Ceritakanlah dari Bani Israil dan jangan merasa berat" (HR. Al-Bukhari)

Sebagaimana para Sahabat tidak berpaling terhadap sabda Rasul yang berbunyi:

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم

ِArtinya: "Janganlah kamu mempercayai Ahli Kitab dan janganlah pula kamu mendustakan mereka" (HR. Al-Bukhari)

Dua Hadits diatas tidak bertentangan. Karena Hadits yang pertama membolehkan untuk menceritakan apa yang terjadi dari kisah-kisah Bani Israil yang terdapat faedah dan pelajaran didalamnya dengan syarat harus tahu dan yakin bahwa kisah tersebut tidak berdusta. Karena mustahil Rasulullah SAW. membolehkan para Sahabatnya meriwayatkan yang dusta. Sedangkan Hadits yang kedua dimaksudkan agar tidak mengambil sikap ketika ada informasi yang bersumber dari Ahli Kitab dan tidak ada kepastian antara benar dan salahnya kabar tersebut. Karena akan ada kemungkinan berita itu benar tetapi didustakan. Atau sebaliknya, berita itu dusta tetapi dibenarkan. Sedangkan berita yang bertentangan dengan syari'at Islam tentu diperbolehkan untuk mendustainya dan berita yang sesuai dengan syari'at Islam diperbolehkan untuk menerimanya.

Pengaruh Israiliat dalam tafsir

Israiliat dari Ahli Kitab yang banyak diadopsi oleh ahli tafsir dalam menjelaskan Al-Qur'an tentunya mempunyai pengaruh yang negatif dalam tafsir. Karena ini bukan hanya terjadi pada masa Sahabat. Tetapi, terus berlangsung dari masa kemasa pengambilan Israiliat didalam tafsir dengan tanpa melihat lagi kebenaran sumber tersebut. Bahkan sudah banyak ditemukan kisah-kisah bohong dan dimasukkan kedalam tafsir AL-Qur'an.

Kabar Israiliat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Kabar atau berita yang diketahui kebenarannya bahwa itu dinukilkan dari Rasulullah SAW. Contoh; penamaan nama patner Nabi Musa as yaitu Khidir. Karena nama ini dengan jelas disebutkan langsung oleh Rasulullah SAW. sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari . Maka berita ini benar dan diterima..

2. Kabar atau berita yang diketahui kebohongannya. Karena bertentangan dengan Syari'at Islam atau tidak sesuai dengan akal manusiawi. Maka berita ini tidak boleh diterima dan diriwayatkan.

3. Kabar atau berita yang didiamkan. Tidak bisa dipastikan antara kebenaran atau kebohongan berita tersebut. Tidak boleh mempercayai dan juga tidak boleh mendustainya. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW:

لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم

Seorang Ahli Tafsir harus mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap apa yang ia nukil. Khususnya yang bersumber dari Ahli Kitab. Harus kritis dan teliti sehingga pada akhirnya dapat dipastikan bahwa berita tersebut seirama dengan ruh Al-Qur'an, sesuai dengan akal dan Naql. Tidak boleh mengambil kabar dari Ahli Kitab jika seandainya Sunnah Rasulullah telah memberikan penjelasan terhadap permasalahan tersebut. Pengambilan berita dari Ahli Kitab hanya sekadarnya saja. Artinya ketika sedikit saja sudah cukup dan bisa menjelaskan yang umum dalam Al-Qur'an, kenapa harus banyak? Maka penukilan kabar berita dari Ahli Kitab harus sesuai porsinya saja.

3. Terhapusnya Sanad

Terhapusnya sanad adalah salah satu dari tiga sebab lemahnya Tafsir bil Ma'tsur. Masa sahabat dan Tabi'in sanad sangat menjadi perhatian dan menjadi karakteristik khusus pada masa itu. Mereka tidak akan menerima berita yang sanadnya tidak jelas apalagi sampai sanadnya dihapus, maka mereka akan menolaknya dengan tegas. Imam Muslim meriwayatkan dalam Mukadimah Shahihnya dari Ibnu Sirrin:
سموا لنا رجالكم "" Ini adalah bukti konkrit bahwa sanad menjadi perhatian khusus. Ketika ada kabar yang datang kepada para Sahabat atau Tabi'in, maka mereka akan mengklarifikasi sanad, meminta dan menelitinya. Jika benar maka akan diterima. Namun, jika tidak maka akan ditolak dan dihukumi lemah. Wallâhu 'alam bi asshawâb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar