irja

Kamis, 09 Oktober 2014

Sekilas Konsep Kemajuan dalam Al Qur'an

Gambar: dreamstime.com
Oleh: Irja Nasrullah 

Al Qur'an merupakan pedoman penting bagi umat Islam yang tak diragukan lagi keotentikannya, seprti firman Allah, "Dan tidak mungkin Al Qur'an ini dibuat-buat oleh selain  Allah." [Q.S. Yunus: 37]. 

Al Qur'an-lah yang mengungkap rahasia-rahasia keagungan Islam. Di antara rahasia keagungan itu adalah mendorong umat muslim untuk berpikir dan menggunakan akal.

Prof. Jum'ah Ali, di dalam kitabnya (Jalal al-Fikr, 2007),  menyatakan ada 35 ayat Al Qur'an yang menyeru manusia untuk memikirkan apa yang dilihat; lebih dari 50 ayat menyuruh manusia untuk memerhatikan dan bertamasya di muka bumi, memikirkan keagungan ciptaan-Nya;  serta 160 ayat berkaitan dengan masalah ilmu dan dorongan mempelajarinya.

Jika kita meneliti lebih jauh, tentang ayat-ayat yang di sampaikan oleh Guru Besar Al Qur'an dan Tafsir di Universitas Al Azhar Kairo tersebut, maka kita akan bertemu dengan ayat-ayat yang membicarakan alam semesta. Allah menginginkan hamba-hamba-Nya untuk memahami eksistensi-Nya melalui grand design (desain agung) ciptaan-ciptaan-Nya.

Allah Swt berfirman, "Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya." [Q.S. An-Nur: 43]. Ayat tersebut salah satu bukti kongkret bahwa alam seisinya diciptakan sedemikian rupa, agar manusia berpikir dan merenungkannya.

Sungguh merugi orang yang membaca Al Qur'an, tetapi tidak mentadaburi ayat-ayat-Nya. Memang benar, bahwa membaca Al Qur'an tanpa mentadaburinya pun sudah dianggap ibadah. Namun, bukankan kita tahu bahwa Al Qur'an diturunkan kepada manusia agar menjadi petunjuk hidup? Bagaimana mungkin bisa menerima petunjuk Al Qur'an tanpa mentadaburi maknanya? Mustahil, kelihatannya.

Jumat, 30 November 2012

Tiga poin yang cukup fantastis, yang bisa kita ambil dari Surat Yusuf ayat 100

Oleh: Irja Nasrulloh

Ketika Nabi Yusuf as, orang tua, dan saudara-saudaranya berkumpul dalam satu majlis,

ورفع أبويه على العرش و خرو له سجدا  و قال ياأبت هذا تأويل رأياي من قبل  قدجعلها ربي حقا وقد أحسن بي إذ أخرجني من السجن وجاء بكم من البد و من بعد أن نزغ الشيطان بيني و بين إخوتي  إن ربي لطيف لما يشاء إنه هو العليم الحكيم

 "Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, "Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana."

Mari kita coba lihat lebih detail:

1. إذ أخرجني من السجن: "ketika Dia membebaskan aku dari penjara"

 Nabi Yusuf as justru menyampaikan realita lain yang telah melepaskannya dari keburukan dan tidak menyinggung sama sekali perbuatan-perbuatan bejat saudara-saudaranya dahulu yang ingin membunuhnya. Bisa saja Nabi Yusuf as mengatakan, "Dan Allah telah membebaskanku dari  perbuatan keji kalian yang waktu itu ingin membunuhku!". Namun dia tak mengucapkan perkataan itu, karena dia orang yang sangat lembut hatinya.

2.  وجاء بكم من البد: "dan ketika membawa kamu dari dusun"

Nabi Yusuf as begitu lembut terhadap saudara-saudaranya yang ingin meminta jatah makanan kepadanya. Bisa saja Nabi Yusuf as  sebenarnya mengatakan bahwa saudara-saudaranya itu orang yang fakir dan kelaparan, "Orang-orang yang kelaparan!" atau "Orang-orang yang fakir!"
Namun Nabi Yusuf as tak melakukan itu dan justru berkata "membawa kamu dari dusun."

3. ومن بعد أن نزغ الشيطان بيني و بين إخوتي  : "Setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku."

Nabi Yusuf as sungguh sangat lembut ; setelah dahulunya saudara-saudaranya menyengsarakannya dan ingin membunuhnya. Dia tidak menyinggung sama sekali perbuatan keji saudara-saudaranya itu, namun justru mengatakan bahwa penyebab sengketa di antara mereka adalah setan, bukan kesalahan saudara-saudaranya. Dari poin ini juga, kita bisa mengambil hikmah; ketika kita ingin melerai seseorang yang sedang bersengketa secara halus. Mungkin kita cukup mengatakan kepada mereka, bahwa penyebab sengketa tersebut adalah setan durjana!


NB:
Suatu hari Aisyah ra duduk di atas ontanya, tapi ontanya sulit berjalan, akhirnya Aisyah ra memukul-mukul onta tersebut agar mau berjalan . Melihat itu Rasulullah Saw berkata "Berlakulah dengan lembut wahai Aisyah, Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali bahwa sesuatu itu akan menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali sesuatu itu akan cacat" (Hadits Riwayat Imam Muslim)

BERLEMAH LEMBUTLAH..... :)

Wallahu 'Alam

Titik-titik Diakritis dan Tanda-tanda Vokal Dalam Al-Qur'an


Oleh: Irja Nasrulloh

Membahas masalah pemberian titik-titik diakritis (tanda pengenal) pada huruf-huruf "polos" al-Qur'an, maka kita akan menemukan beberapa pro-kontra. Beberapa ulama merasa keberatan dengan hal tersebut, dengan alasan berlebih-lebihan dalam penjagaan al-Qur'an dan khawatir akan mengubah eksistensi al-Qur'an itu sendiri. Diriwayakan dari Ibnu Mas'ud bahwa beliau berkata, "Biarkan al-Qur'an terbebas (dari apapun) dan jangan kalian campur dengan sesuatu apapun." [1]
Namun, zaman telah berubah dan memaksa kaum muslimin untuk meletakkan kaidah "tanda pengenal" dalam al-Qur'an, sebagai metode untuk menjaga keotentikan al-Qur'an.[2]
Tanpa berat hati, ulama pun sepakat untuk memperindah, memperbaiki serta memperjelas lafadz al-Qur'an.[3]
Akan ditemukan kontroversi tentang siapakah peletak pertama titik-titik diakritis dalam al-Qur'an tersebut. Diriwayatkan, bahwa peletak pertama kali adalah Abu Aswad ad-Dualy. Diriwayatkan pula, bahwa peletak pertama adalah Nasr bin 'Ashim al-Laitsy atau Ibnu Sirin.[4] Sebagian ulama juga mencantumkan Hajjaj bin Yusuf dalam peletakan kaidah tersebut (walaupun banyak kalangan yang mencela kepribadiannya).[5]
Penulis pun  mencoba cari jalan penengah tentang siapa peletak pertama kali kaidah di atas. Kesimpulannya, memang ada beberapa ulama yang tersebut dalam riwayat mempunyai peranan dalam peletakan kaidah tanda pengenal dalam al-Qur'an; hanya saja ada perbedaan "tema dalam discovery" tersebut.  Berikut ini penjelasan, sesuai kronologis, [6]

Senin, 14 Mei 2012

Aturan Waqf dan Ibtida’ (Seri Ilmu Tajwid)

Oleh: Irja Nasrullah


Dalam membaca al-Qur’an, terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi, di antaranya adalah aturan ketika seseorang wajib atau boleh berhenti (waqf) dan aturan ketika seseorang boleh meneruskan bacaannya kembali.
Secara etimologi waqf berarti mencegah atau menghalangi.[1] Adapun secara terminologi berarti putusnya suara setelah membaca al-Qur’an disertai dengan keluarnya napas dan berniat untuk menyempurnakan bacaannya kembali. Maka tidak dinamakan waqf ketika tidak tidak disertai dengan keluarnya napas. Adapun waqf ini harus bertempat di akhir ayat atau akhir kata dan tidak boleh di tengah-tengah selamanya.[2]
Adapun Ibtida’ secara etimologi berarti memulai. Adapun secara terminology berarti tata cara memulai bacaan al-Qur’an dalam keadaan beralih dari keadaan diam kepada keadaan berucap.[3]
Aturan-aturan (waqf) ini ditetapkan agar seorang Qari tidak merusak makna al-Qur’an, sebab pemberhentian bacaan secara serampangan terkadang tidak hanya merusak makna, namun bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir atau murtad (walaupun hanya qawly: murtyad ucapannya). Kasus sederhana misalnya, seorang Qari membaca lafadz tauhid لا إله إلا الله  , tiba-tiba berhenti pada lafadz لا اله saja. Dan tidak meneruskan bacaannya. Maka bacaannya akan berarti “tiada Tuhan” saja, tanpa arti selanjutnya “selain Allah”.[4]
Pembahasan waqf dan ibtida’ menjadi pembahasan yang sangat penting. Imam Ali pernah ditanya tentang makna tartil dalam surat al-Muzzammil ayat 4, beliau menjawab: “Tartil yaitu mentajwidkan huruf dan mengetahui tempat-tempat wuquf (tempat berhenti).” Ibnu Al-Anbari berkata: “Salah satu kesempurnaan pengetahuan kealqur’anan adalah mengetahui waqf dan ibtida’.[5] Banyak riwayat-riwayat lain yang menunjukkan keutamaan waqf dan ibtida’ ini.
Berikut ini adalah macam-macam waqf:

Tarikh 'Ulumul Qur'an

تاريخ علوم القرآن
بقلم محمد إيرجا نصرالله مجيد              



1). في معنى علوم القرآن

          قبل أن نطيل الكلام في تاريخ علوم القرآن و نتعمق فيه , ينبغي علينا أن نعرف ما معنى المصطلح من علوم القرآن ؟
          لقد وجدتُ كثيرا من الأقوال والأراء في معنى هذاالمصطلح , وسأذكر بعضها بإذن الله تعالى .
إن التعريف بعلوم القرآن الكريم ينطلق من معنيين : الأول , المعنى الإضافي , والثاني, المعنى الموضوعي. أما التعريف علوم القرآن بالمعنى الإضافي –أي:إضافة لفظ "علوم" إلى لفظ "القرآن"-فإنه يشير إلى جميع المعارف والعلوم المتصلة بالقرآن الكريم, ومن هنا كان اللفظ بالجمع "علوم" لا بالإفراد..لأن المراد شمول كل علم بحث في القرآن الكريم من أي ناحية من نواحيه المتعددة والمتنوعة. فيشمل ذلك علم التفسير , وعلم القرءات , وعلم الرسم العثماني, وعلم غريب الألفاظ , وعلم الإعجاز , وعلم الناسخ والمنسوخ, وعلم المحكم والمتشابه, وعلم الإعراب, وعلم المجاز, وعلم الأمثال, إلى غير ذلك من العلوم التي توسّع العلماء في بحثها, وأفرادوا لها المئلفات الكثيرة..فتعريف علوم القرآن بالمعنى المتقدم : هو الفنّ المدوّن في موضوع متكامل..ا هـ .[1] 
أماتعريف علوم القرآن بالمعنى الموضوعي:-أي: من حيث ما تبحث فيه تلك العلوم وهو القرآن الكريم –فهو كما ذكر القاضي أبو بكر بن العربي في كتاب "قانون التأويل" , : "أن العلوم القرآن خمسون علمًاوأربعمأة و سبعة آلاف علم وسبعون ألف (77450) علم , على عدد كلِمِ القرآن"!!..[2]
إذًا , كون العلوم كلها ليست إلا لخدمة القرآن الكريم .و من الممكن أن هذه العلاقة الواثقة -أي علاقة القرآن  بالعلوم المختلفة- هي التي جعلت الشيخ أسامة ألسيد محمودالأزهري أن يضع القاعدة بأن علاقة القرآن  بالعلوم المختلفة هي أصل من أصول التفسير .[3] 
وقال صاحب مناهل العرفان في علوم القرآن[4] في أواخر كلامه عن التعريف بعلوم القرآن , "الأن وقد انتهينا من الكلام على المتضايفين في لفظ -علوم القرآن- ننتقل بك إلى أن الإضا فة بينهما تشير إلى طوائف المعارف المتصلة بالقرآن سواء كانت تصورات أم تصديقات , على ما عرفت وجه إختياره في مدلول لفظ العلم في عرف التدوين العام . وإنما جمعت هذه العلوم ولم تفرد لأنه لم يقصد إلي علم واحد يتصل بالقرآن , إنما أريد شمول كل علم يخدم القرآن أو يستند إليه....." . ا هـ [5]  
          نستطيع أن نبسط كلام الشيخ الذي قد سبق بأن علوم القرآن هو علم الذي يشمل عديد من العلوم لتخدم القرآن الكريم.  
          وينبغي علينا أن نعرف الفرق بين علوم القرآن وعلم التفسير, فأما التعريف علوم القرآن كما سبق ذكره , و أما التعريف علم التفسير هو علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيّه محمد صلى الله عليه وسلّم وبيان معانيه, واستخراج أحكامه وحكمه. فعلى هذاالتعريف يكون إستمداد علم التفسير من علم اللغة , والنحو, والتصريف, وعلم البيان, وأصول الفقه, والقراءات, ويحتاج لمعرفت أسباب النزول والناسخ والمنسوخ.[6]
أقول : ومما تقدم في تعريف علوم القرآن وعلم التفسير , قد أدركنا بأن العلوم القرآن أعم من علم التفسير. والله سبحانه أعلى وأعلم وأحكم .   

2). في تاريخ علوم القرآن وظهور إصطلاحه

ا). عهد ما قبل التدوين

          كان الرسول صلى الله عليه و سلم وأصحابه يعرفون عن القرآن وعلومه , ما عرف العلماء وفوق مل عرف العلماء من بعد؛ ولكن معارفهم لم توضع على ذلك العهد كفنون مدونة , ولم تجمع في كتب مؤلفة ؛ لأنهم لم تكن لهم حاجة الى التدوين و التأليف .[7]  
          وكان الرسول صلى الله عليه وسلم يتلقّى الوحي عن الله الذي لاإله إلّا هو.   سبحان الخالق الذي أنزل على عبده الكتاب ولم يجعل له عوجا . وفي إحدى الليالي المطبق من يوم 17 من شهر رمضان دخل الرسول صلى الله عليه و سلم في أول الإتصال له مع جبريل عليه السلام . نقل د/محمد عبدالله دراز عن ابن سعد بأن تلك الليلة هي المطبق من فبراير 610 من التقويم الميلادي .[8] لقد كان صلى الله عليه وسلم حين ينزل عليه القرآن في أول عهده بالوحي يتلقفه متعجلاً فيحرك به لسانه و شفتيه ؛ طلبا لحفظه , وخشية ضياعه من صدره.[9]

Jumat, 22 Juli 2011

Program yang telah dilakukan “AKTIF (Akademi Kajian Tafsir Intensif)”


Program yang telah dilakukan “AKTIF (Akademi Kajian Tafsir Intensif)”, selama term I dan II ( tingkat III tafsir), dan Term 1 dan II (tingkat IV), yaitu:


1. Kajian Kitab Tafsir wal Mufassirun, Dr. Husain al-Dzahabi.
2. Kajian Kitab Ushuluttafsir wa Qowa’iduhu, Abdurrahman al-'Ak.
3. Kajian Kitab al-Itqan, Imam Suyuthi.
4. Kajian muqoror selama term 1 dan 2, Tingkat III, Tafsir.
5. Kajian muqarar selama term.1 dan 2, Tingkat IV, Tafsir.
6. Membuat media komunikasi via net kajiantafsir@Gmail.com
7. Membuat media publikasi via world wide web: www.kajiantafsir.blogspot.com yang aktif sejak November 2009 dan group FB AKTIF_Cairo (off) dan diganti KAJIAN AKTIF MESIR. Adapun menurut data statistik sampai hari Kamis, 21 Juli 2011 dari blogger bahwa www.kajiantafsir.blogspot.com telah dikunjungi sebanyak 6821 kali.
8. Ketik/mencetak muqoror tajwid tafsir tingkat III, term 2. (Selesai tanggal 21/05/2010), dan menyebarkannya kepada mahasiswa tafsir tingkat III, Univ. Al-Azhar.
9. Mengsosialisasikan jadwal Imtihan term 2 (2009-2010), universitas Al-Azhar, Tingkat III, Ushuluddin-Spesialisasi tafsir , melalui media internet.
10. Mengsosialisasikan jadwal Imtihan term 1 (2010-2011), universitas Al-Azhar, tingkat III, ushuluddin-tingkat 1-akhir, melalui media internet.
11. Membuat panduan kepenulisan “Kaidah Bahasa Indonesia” untuk panduan menulis makalah yang merujuk pada buku “Panduan Sukses Menulis” yang diterbitkan oleh atase pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo, 2006. (sekitar 6 eksemplar, tidak semua anggota dapat)
12. Mengumpulkan iuran dana dari anggota (berjalan beberapa bulan kemudian off).
13. Mengsosialisasikan tahdid muqarar tingkat 4 jurusan tafsir, melalui internet.
14. Adapun rincian kajian (Nama dan Judul Makalah) adalah sebagai berikut:


Judul Kajian dan Nama Presentator