irja

Minggu, 04 April 2010

Tafsir bi al ro’yi

Oleh: Amin
• Pengertian tafsir bi al ro’yi:
1. Secara bahasa
Tafsir ini dinamakan juga dengan tafsir bidiroyah,yang berarti;penafsiran yang diambil dari hasil ijtihad dengan syarat-syarat tertentu. Adapun nama lain dari tafsir ini adalah tafsir bil aqli,karena keterkaitannya dengan keyakinan(I’tiqod),akal dan pemahaman.
2. Secara istilah
Para ulama telah berpendapat :”bahwa tafsir birro’yi adalah salah satu model penafsiran al qur’an dengan cara ijtihad setelah memahami ilmu bahasa arab secara detail,kemudian mengetahui persis tentang asbabun nuzul dan ilmu-ilmu tertentu lainnya ”.
• Hukum tafsir bi al ro’yi
Dalam pokok pembahasan ini ada 2 pendapat yaitu:
A. golongan yang tidak memperbolehkan tafsir bi al ro’yi(mani’in)
• Sebab-sebab mereka mengharamkan tafsir bi al ro’yi sebagai berikut:
(a) Mereka menganggap bahwa model penafsiran al qur’an yang seprti ini adalah penafsiran yang menggunakan anggapan saja,sedangkan anggapan adalah sesuatu yang tidak ada kejelasannya,dan allah swt telah berfirman :
Namun perlu kita ketahui bahwa suatu anggapan (dzhon )itu tidak selamanya tidak boleh dipakai,akan tetapi dapat dipakai sepenuhnya ketika tidak ditemukan dalil dari al qur’an atau dari hadits rosulallah saw.dan allah swt telah berfirman:
(b) Hadist rosulallah saw adalah penjelas al qur’an,dan allah swt telah berfirman: Tidak salah,kalau hadits rosulallah saw itu adalah penjelas al qur’an,namun rosulallah saw di masa hidupnya belum sempat menjelaskan seluruh kandungan ayat suci al qur’an,maka datanglah masa setelahnya yaitu masa para shabat nabi saw hingga sampai pada masa para ulama’ yang mana mereka semua mampu untuk menjelaskan beberapa kandungan ayat suci al qur’an yang belum sempat dijelaskan oleh rosulallah saw sewaktu hidupnnya.
(c) Bahwa rosulallah saw telah bersabda: Hadits ini tidak ditunjukkan untuk semua tafsir birro’yi,akan tetapi di tunjukkan khusus untuk orang yang menafsirkan al qur’an dengan ijtihadnya sendiri yang mana tanpa didasari dengan dalil-dalil yang kuat.
B. Golongan yang memperbolehkan tafsir bi al ro’yi(mujiziin)
• Sebab- sebab mereka memperbolehkan tafsir bi al ro’yi sebagai berikut:
a) Allah swt telah memerintahkan kita agar selalu menghayati seluruh kandungan ayat suci al qur’an,melalui firmannya dalam al qur’an al karim:


b) Rosulallah saw telah mendo’akan ibnu abbas ra dengan do’a sebagai berikut: Do’a ini menunjukan bahwa rosulallah saw memperbolehkan untuk menafsirkan al qur’an al karim bagi orang -orang muslim setelah sepeninggal rosulallah saw lainnya dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan oleh para ulama’.
c) Diperbolehkan menafsirkan al qur’an dengan ijtihadnya, selama penafsiran itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum syar’i lainnya yang telah di jelaskan oleh rosulallah saw.
• Pembagian tafsir bi al ro’yi pembagiannya ada 2 jenis yaitu:
1. Tafsir bi al ro’yi yang sesuai dengan bahasanya orang arab dan sesuai dengan al qur’an al karim dan hadits rosulallah saw, kemudian jenis ini sesuai dengan syarat-syarat tafsir yang telah ditentukan oleh para ulama. jenis tafsir ini dinamakan dengan tafsir birro’yi al mamduh,dan hukumnya boleh.
2. Tafsir bi al ro’yi yang tidak sesuai dengan bahasanya orang arab dan bertentangan dengan al qur’an dan as sunnah,kemudian jenis tafsir ini tidak sesuai dengan syarat-syarat tafsir yang telah disepakati oleh para ulama. Jenis tafsir birro’yi ini disebut juga dengan nama tafsir bi al ro’yi al madzmum,dan hukumnya tidak boleh .
• Ilmu - ilmu yang dibutuhkan bagi seorang mufassir sebagai berikut:
1. Ilmu nahwu
2. Ilmu shorof
3. Ilmu al isytiqoq
4. Ilmu balaghoh
5. Ilmu ushul al fiqih
6. Ilmu ushuludin
7. Ilmu qiro’at
8. Ilmu asbab an nuzul
9. Ilmu qhoshos dll
• Referensi tafsir sebagai berikut:
1. Al qur’an al karim
2. Hadist rosulallah saw
3. Perkataan para sahabat rosulallah saw
4. Ilmu-ilmu bahasa arab
5. Ilmu asbab an nuzul
• Metode mufassir dalam berijtihad sebagai berikut:
1. Seorang mufasir harus menggunakan istilah dan metode yang mudah dalam menafsirkan al qur’an.
2. Seorang mufasir harus selalu memperhatikan makna aslinya dan makna majasnya.
3. Seorang mufasir harus selalu memperhatikan keterkaitan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain,dan menjelaskan munasabahnya .
4. Seorang mufasir harus selalu menjelaskan setiap sebab turunnya ayat.
5. Seorang mufasir harus mengetahui bagaiman caranya mengambil pendapat yang paling kuat ketika ada perbedaan dalam menafsirkan ayat dll.
Imam az zarkasyi rahimallah telah berkata dalam karya beliau “al burhan”: setiap lafadz pasti mempunyai 2 makna, maka tidak diperbolehkan bagi selain ulama untuk menafsirkan nya.
• Pertentangan (at ta’arud) diantara tafsir bi al ma’tsur dengan tafsir bi al ro’yi Maksud dari pertentangan ini adalah tidak adanya kecocokan diantara keduanya,dalam artian suatu tafsir menunjukan kepada isbat al amr sedangkan tafsir yang lain menafikannya,dan tidak mungkin untuk menggabungkan kedua-duanya.
• Beberapa contoh aqliah yang bisa menimbulkan pertentangan diantara tafsir bi al ma’tsur dengan tafsir bi al ro’y adalah :
1. Ada dalil aqli dan dalil naqli yang sama sama kuatnya.
Misalnya dalam amalan fardhu ,karena tidak logis kalau terjadi ta’arud diantara dalil yang sama sama qoth’inya.
2. Salah satu dari keduanya qoth’i sedangkan yang lain dhonni.
Maka wajib untuk mndahulukan yang qothi dari pada mndahulukan yang dhonni,ketika tidak mungkin untuk menggabungkannya ,maka kita ambil yang lebih kuatnya dan mengamalkannya.
3. Salah satu dari keduanya dhonni sedangkan yang lain dhonni.
Misalnya dalm penggabungan antara aqli dan naqli,jika tidak bisa menggabungkan keduanya, maka kita dahulukan tafsir bi al ma’tsur ketika diambil dari sanad yang shohih.
• Nama-nama kitab tafsir bi al ro’yi yang diperbolehkan adalah:
a) Mafatih al ghoib karya imam fakhru ar rozi
b) An wa’u at tanzil wa asroru at ta’wil karya imam baidhowi
c) Mudarik at tanzil wa haqoiq at ta’wil karya imam nasifi
d) Lubab at ta’wil fi ma’ani at tanzil karya imam khozin
e) Al bahr al muhith karya imam abi hayan
f) At tafsir al jalalain karya imam jalaludin al mahali dan imam jalaludin al suyuthi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar